Materi Matematika Kelas 3 SMP Semester 1/2

Materi Matematika SMP Semester 1/2

1.Kesebangunan dan Kekongruenan Bangun Datar

  • Pengertian Kesebangunan

Pada persegi panjang ABCD memiliki panjang dan lebar yaitu 36 mm dan 24 mm, serta persegi panjang PQRS memiliki panjang dan lebar yaitu 58 mm dan 38 mm.

Perbandingan antara panjang persegipanjang ABCD dan panjang persegi panjang PQRS adalah 36 : 144 atau 1 : 4. Demikian pula dengan lebarnya, perbandingannya 24 : 96 atau 1 : 4. Dengan demikian, sisi-sisi yang bersesuaian dari kedua persegipanjang itu memiliki perbandingan senilai (sebanding). Perbandingan sisi yang bersesuaian dari kedua persegipanjang tersebut, yaitu sebagai berikut.
AB/PQ = BC/QR = CD/RS = AD/PS = ¼
Oleh karena semua sudut persegipanjang besarnya 90° (siku-siku) maka sudut-sudut yang bersesuaian dari kedua persegipanjang itu besarnya sama. Dalam hal ini, persegipanjang ABCD dan persegipanjang PQRS memiliki sisi-sisi bersesuaian yang sebanding dan sudut-sudut bersesuaian yang sama besar. Selanjutnya, kedua persegipanjang tersebut dikatakan sebangun. Jadi, persegipanjang ABCD sebangun dengan persegipanjang PQRS.
Pengertian kesebangunan seperti ini berlaku umum untuk setiap bangun datar. Dua bangun datar dikatakan sebangun jika memenuhi dua syarat berikut:
  1. Panjang sisi-sisi yang bersesuaian dari kedua bangun itu memiliki perbandingan senilai.
  2. Sudut-sudut yang bersesuaian dari kedua bangun itu sama besar.

Untuk memantapkan pemahaman Anda tentang pengertian kesebangunan, silahkan perhatikan contoh soal di bawah ini.

Contoh Soal 1
Jika persegipanjang ABCD sebangun dengan persegi panjang PQRS, hitung panjang QR.
soal kesebangunan
Penyelesaian:
Salah satu syarat dua bangun dikatakan sebangun adalah sisi-sisi yang bersesuaian sebanding. Oleh karena itu,
AB/PQ = BC/QR
2/6 = 5/QR
2QR = 30
QR = 15
Jadi, panjang QR adalah 15 cm.
Contoh Soal 2
Jika layang-layang KLMN dan layang-layang PQRS pada gambar di bawah ini sebangun, tentukan besar R dan S.
soal kesebangunan
Penyelesaian:
Salah satu syarat dua bangun dikatakan sebangun adalah sudut-sudut yang bersesuaian sama besar sehingga P = 125° dan Q = 80°. Amati layang-layang PQRS, menurut sifat layang-layang, sepasang sudut yang berhadapan sama besar sehingga R = P = 125°. Oleh karena sudut dalam layang-layang berjumlah 360° maka
<=>P + Q + R + S = 360°
<=>S = 360° – (P + Q + R)
<=>S = 360° – (125° + 80° + 125°)
<=>S = 360° – 330° 
<=> S = 30°
Untuk memahami pengertian kekongruenan pada bangun datar, silahkan simak ilustrasi berikut ini. Pernahkah kamu melihat seorang tukang bangunan yang sedang memasang ubin? Sebelum ubin-ubin itu dipasang, biasanya tukang tersebut memasang benang-benang sebagai tanda agar pemasangan ubin tersebut terlihat rapi, seperti tampak pada gambar di bawah ini. Cara pemasangan ubin tersebut dapat diterangkan secara geometri seperti berikut.



Gambar di atas adalah gambar permukaan lantai yang akan dipasang ubin persegipanjang. Pada permukaannya diberi garis-garis sejajar. Jika ubin ABCD digeser searah AB (tanpa dibalik), diperoleh A => B, B => E, D => C, dan C => F sehingga ubin ABCD akan menempati ubin BEFC. Akibatnya,
AB => BE sehingga AB = BE
BC => EF sehingga BC = EF
DC => CF sehingga DC = CF
AD => BC sehingga AD = BC
DAB =>  CBE sehingga DAB = CBE
ABC =>  BEF sehingga ABC = BEF
BCD =>  EFC sehingga BCD = EFC
ADC =>  BCF sehingga ADC = BCF
Berdasarkan pemaparan di atas maka diperoleh bahwa:
  1. sisi-sisi yang bersesuaian dari persegipanjang ABCD dan persegipanjang BEFC sama panjang, dan
  2. sudut-sudut yang bersesuaian dari persegi panjang ABCD dan persegipanjang BEFC sama besar.

Hal tersebut menunjukkan bahwa persegipanjang ABCD dan persegipanjang BEFC memiliki bentuk dan ukuran yang sama. Dua persegi panjang yang demikian dikatakan kongruen.

Berdasarkan uraian tersebut diperoleh gambaran bahwa dua bangun yang kongruen pasti sebangun, tetapi dua bangun yang sebangun belum tentu kongruen. Bangun-bangun yang memiliki bentuk dan ukuran yang sama dikatakan bangun-bangun yang kongruen. Pengertian kekongruenan tersebut berlaku juga untuk setiap bangun datar.


Untuk memantapkan pemahaman Anda tentang pengertian kekongruenan, silahkan simak beberapa contoh soal di bawah ini.
Contoh Soal 1
Perhatikan gambar di bawah ini! Apakah persegipanjang ABCD kongruen dengan persegi panjang PQRS dan apakah persegipanjang ABCD sebangun dengan persegi panjang PQRS? buktikan!
Penyelesaian:
Unsur-unsur persegipanjang ABCD adalah AB = DC = 8 cm, AD = BC = 6 cm, dan A = B = C = D = 90°. Amati persegipanjang PQRS dengan diagonal PR. Panjang PQ dapat ditentukan dengan menggunakan Theorema Pythagoras seperti berikut.
PQ = (PR)2 - (QR)2
PQ = (10)2 - (6)2
PQ = 64
PQ = 8

Jadi, unsur-unsur persegipanjang PQRS adalah PQ = SR = 8 cm, PS = QR = 6 cm, dan P = Q = R = S = 90°.  Dari uraian tersebut tampak bahwa sisi-sisi yang bersesuaian dari persegipanjang ABCD dan persegipanjang PQRS sama panjang. Selain itu, sudut-sudut yang bersesuaian dari kedua persegipanjang itu sama besar. Jadi, persegipanjang ABCD kongruen dengan persegipanjang PQRS. Dua bangun datar yang kongruen pasti sebangun. Jadi, persegi panjang ABCD sebangun dengan persegipanjang PQRS.

Contoh Soal 2 
Perhatikan dua bangun datar yang kongruen berikut.
Tentukan besar sudut E! 

Penyelesaian:
Karena kedua bangun di atas kongruen maka sudut-sudut yang bersesuaian sudah pasti sama besar.
∠A = ∠F = 45°
∠C = ∠H = 60°
∠D = ∠G = 120°
∠B = ∠E = ?
Ingat** karena kedua bangun kongruen maka jumlah sudut pada bangun datar ABCD sama dengan jumlah sudut pada bangun datar EFGH = 360°, maka:
<=> ∠E = 360° - (∠F + ∠H + ∠G)
<=> ∠E = 360° - (45° + 60° + 120°)
<=> ∠E = 360° - 225°
<=> ∠E = 35°
Jadi besar sudut E adalah 35°
Masih ingatkah Anda dengan materi garis dan sudut yaitu pada pembahasan tentang perbandingan segmen garis? Untuk mengetahui syarat dua segitiga dikatakan sebangun dapat menggunakan konsep perbandingan segmen garis. Sekarang perhatikan gambar segmen garis di bawah ini.
 
Gambar di atas merupakan sebuah segitiga ABC, diantara garis AB dibuat sebuah garis menuju antara garis AC yaitu garis DE. Di mana garis BC sejajar dengan garis DE.
Jika kita lihat pada gambar di atas terdapat dua buah segitiga yaitu segitiga ADE dan segitiga ABC. Jika di gambarkan seperti gambar di bawah ini.
Jika panjang sisi segitiga ADE dan ABC diukur maka akan diperoleh hasil sebagai berikut.
AE/AC = AD/AB = DE/BC
Sedangkan jika masing-masing sudut segitiga ADE dan ABC diukur maka akan diperoleh hasil sebagai berikut.
DAE = BAC, ADE = ABC, dan AED = ACB
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa syarat dua segitiga sebangun adalah jika sisi-sisi yang bersesuaian sebanding atau sudut-sudut yang besesuaian sama besar.
Untuk memantapkan pemahaman Anda tentang syarat dua segitiga sebangun perhatikan contoh soal di bawah ini.
Contoh Soal 1
Perhatikan gambar di bawah ini.
 
Buktikan bahwa ∆ABC dan A'B'C' pada gambar di atas sebangun!
Penyelesaian:
Untuk mengetahui apakah kedua segitiga di atas sebagun, harus dicari semua sisi dari segitiga tersebut. Sekarang kita cari sisi AC dengan menggunakan teorema Pythagoras yakni:
AC = √(AB2 + BC2)
AC = √(82 + 62)
AC = √(64 + 36)
AC = √100
AC = 10
Sekarang kita cari panjang sisi A’B’ pada segitiga A’B’C’ di atas yakni:
A’B’ = √(A’C’2 – B’C’2)
A’B’ = √(52 – 32)
A’B’ = √(25 – 9)
A’B’ = √16
A’B’ = 4
Sekarang cari perbandingan sisi-sisi yang bersesuaian maka:
AB/A’B’ = 8/4 = 2
BC/B’C’ = 6/3 = 2
AC/A’C’ = 10/5 = 2
Ini berati bahwa AB/A’B’ = BC/B’C’ = AC/A’C’. Karena sisi-sisi yang besesuaian memiliki perbandingan yang sama maka ∆ABC sebangun dengan A'B'C'.
Contoh Soal 2
Perhatikan gambar di bawah ini.
Jika DE // BC, apakah ADE sebangun dengan ABC? Dan jika BC = 6 cm, CE = 3 cm, dan AE = 6 cm, tentukan panjang DE.
Penyelesaian:
Perhatikan ∆ADE dan ∆ABC, pada kedua segitiga tersebut akan terlihat bahwa:
DAE = BAC (sudut berimpit)
ADE = ABC (sudut sehadap)
AED = ACB (sudut sehadap)
Jadi, sudut-sudut yang bersesuaian dari ABC dan ADE sama besar sehingga ABC se bangun dengan ADE.
Untuk mencari panjang DE kita gunakan konsep kesebangunan segitiga. Karena ABC dan ADE maka sisi-sisi yang besesuaian memiliki perbandingan yang sama, yakni:
DE/BC = AE/AC
DE/BC = AE/(AE + CE)
DE/6 = 6/(6 + 3)
DE/6 = 6/9
DE = 6.6/9
DE = 4
Jadi panjang DE adalah 4 cm
Contoh Soal 3
Perhatikan gambar di bawah ini
Apakah PQR sebangun dengan PST? Jelaskan! Jika PQR sebangun dengan PST tentukan nilai x.
Penyelesaian:
Contoh soal no 3 ini hampir sama seperti contoh soal no 2, maka:
SPT = QPR (sudut berimpit)
PST = PQR (sudut sehadap)
PTS = PRQ (sudut sehadap)
Jadi, sudut-sudut yang bersesuaian dari PQR dan PST sama besar sehingga PQR sebangun dengan PST.
Untuk mencari nilai x kita gunakan konsep kesebangunan segitiga. Karena PQR dan PST maka sisi-sisi yang besesuaian memiliki perbandingan yang sama, yakni:
PS/PQ = ST/QR
PS/(PS+QS) = ST/QR
4/(4 + 3) = x/(x+30)
4(x+30) = 7x
4x + 120 = 7x
4x – 7x = –120
–3x = –120
x = –120/–3
x = 40
Jadi, nilai x adalah 40.
  •  Perbandingan Ruas Garis pada Segitiga
Syarat dua segitiga yang sebangun adalah jika sisi-sisi yang bersesuaian sebanding atau sudut-sudut yang besesuaian sama besar. Dari syarat dua segitiga yang sebangun tersebut kita akan mencari perbandingan ruas garis pada segitiga. Sebenarnya konsep ini sudah Anda pelajari pada waktu kelas VII semester II tentang materi garis dan sudut. Mafia Online juga sudah memposting materi tersebut pada postingan yang berjudul “perbandingan segmen garis”.
Untuk mengetahui bagaimana perbandingan ruas/segmen garis pada segitiga perhatikan gambar di bawah ini.
Pada gambar di atas diketahui bahwa BC//DE, oleh karena itu pada gambar di atas akan berlaku:
DAE = BAC (sudut berimpit)
ADE = ABC (sudut sehadap)
AED = ACB (sudut sehadap)
Kita ketahui bahwa jika sudut-sudut yang besesuaian sama besar maka dua segitiga tersebut sebagun. Oleh karena itu, ∆ADE dan ∆ABC merupakan dua segitiga yang sebangun. Karena ∆ADE dan ∆ABC sebangun maka akibatnya sisi-sisi yang bersesuaian akan sebanding, yakni:
AE/AC = AD/AB = DE/BC . . . .(**)
Jika pada gambar di atas, AD = p, BD = q, AE = r, CE = s, DE = t, dan BC = u, dengan p ≠ 0, q ≠ 0, r ≠ 0, s ≠ 0, t ≠ 0, u ≠ 0, maka persamaan ** akan menjadi:
AE/AC = AD/AB = DE/BC
AE/(AE + CE) = AD/(AD + BD) = DE/BC
r/(r + s) = p/(p + q) = t/u
Sekarang amati perbandingan senilai r/(r + s) = p/(p + q)! Jika kedua ruas tersebut dikalikan dengan (r + s)(p + q), maka perbandingan senilai r/(r + s) = p/(p + q) akan menjadi:
r/(r + s) = p/(p + q)
(r + s)(p + q).r/(r + s) = (r + s)(p + q).p/(p + q)
 (p + q).r = (r + s).p
pr + qr = pr + ps
qr = ps
q/p = s/r
Jadi, perbandingan ruas garis pada segitiga seperti tampak pada gambar di atas adalah sebagai berikut:
q/p = s/r
Berdasarkan perbandingan q/p = s/r dapat dikatakan bahwa jika dalam suatu segitiga terdapat garis yang sejajar dengan salah satu sisi segitiga maka garis tersebut akan membagi sisi lainnya dengan perbandingan yang sama.
Sekarang perhatikan gambar segitiga siku-siku di bawah ini.
Pada gambar segitga siku-siku di atas tampak bahwa:
1) BAC = ADB (siku-siku);
2) ABC = ABD (berimpit).
3) ACB = CAD
Oleh karena itu, PQR sebangun dengan QSR sehingga berlaku hubungan:
AC/BC = CD/AC
AC.AC = BC.CD
AC = √(BC.CD) . . . .(##)
dan
AB/BC = BD/AB
AB.AB = BC.BD
AB = √(BC.BD) . . . .(###)
Untuk memantapkan pemahaman Anda tentang perbandingan ruas garis pada segitiga, silahkan perhatikan contoh soal di bawah ini.
Contoh Soal 1
Perhatikan gambar di bawah ini
Tentukan panjang OM dan ON pada gambar di atas!
Penyelesaian:
OM = √(MP.MN)
OM = √(3 cm.12 cm)
OM = √(36 cm2)
OM = 6 cm
ON = √(NP.MN)
ON = √(9 cm.12 cm)
ON = √(108 cm2)
ON = √(36.3 cm2)
ON = 6√3 cm
Jadi panjang OM dan ON adalah 6 cm dan 6√3 cm.
Contoh Soal 2
Perhatikan gambar di bawah ini.
 
Diketahui bahwa ∆PRQ siku-siku, begitu juga dengan PSR. Nyatakan t dalam p, q, dan r.
Penyelesaian:
Pada gambar segitga siku-siku pada contoh soal 2 tampak bahwa:
1) PRQ = PSR (siku-siku);
2) QPR = SPR (berimpit).
3) PQR = PRS
Oleh karena itu, PQR sebangun dengan PSR sehingga berlaku hubungan:
RS/QR = PR/PQ
t/p = q/r
t = pq/r
  •  Dua Segitiga yang Kongruen
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut Anda kembali harus mengingat pengertian kekongruenan bangun datar. Di mana kita ketahui bahwa dua bangun datar dikatakan kongruen, jika sisi-sisi yang bersesuaian sama panjang dan sudut-sudut yang bersesuaian sama besar. Pengertian kekongruenan bangun datar tersebut berlaku untuk semua jenis bangun datar termasuk bangun datar segitiga. Apakah dua segitiga yang sebangun pasti kongruen? Apakah dua segitiga yang kongruen pasti sebangun?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, sekarang perhatikan gambar di bawah ini.
Pada gambar di atas terdapat tiga buah segitiga siku-siku, yakni ∆ABC, ∆PQR, dan ∆KLM. Di mana ∆ABC memiliki sisi yang sama panjang dengan ∆PQR, sedangkan ∆KLM memiliki panjang sisi yang berbeda dari ∆ABC dan ∆PQR.
Perhatikan segitiga ∆ABC dan ∆PQR. Kedua segitiga tersebut memiliki panjang sisi yang sama, oleh karena itu segitiga ∆ABC kongruen dengan ∆PQR. Sekarang perhatikan ∆ABC  dengan ∆KLM. Kedua segitiga tersebut tidak memiliki sisi yang sama, oleh karena itu ∆ABC tidak kongruen dengan ∆KLM.
Sekarang perhatikan lagi segitiga ∆ABC dan ∆PQR. Di mana kedua segitiga tersebut memiliki sisi-sisi yang besesuaian dengan perbandingan yang sama, sehingga ∆ABC sebangun dengan ∆PQR. Sekarang lihat juga pada ∆ABC dan ∆KLM, sisi-sisi yang besesuaian dengan perbandingan yang sama sehingga kedua segitiga tersebut sebangun.
Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dua dua segitiga yang kongruen pasti sebangun, tetapi dua segitiga yang sebangun belum tentu kongruen.
Untuk memantapkan pemahaman Anda tentang konsep dua segitiga yang kongruen perhatikan contoh soal di bawah ini.
Contoh Soal 1
Perhatikan gambar di bawah ini.
Sumber gambar: BSE
Pada bagian depan tenda berbentuk segitiga seperti gambar di bawah ini.
Apakah ACP kongruen dengan ∆AMP? (jelaskan).
Penyelesaian:
ACP kongruen dengan AMP, karena ∆ACP dapat tepat menempati AMP dengan cara mencerminkan ACP terhadap garis AP atau semua sisi ACP memiliki panjang yang sama dengan AMP.
Contoh Soal 2
Perhatikan gambar segitiga siku-siku di bawah ini.
Agar segitiga siku-siku ABC kongruen dengan segitiga siku-siku PQR maka tentukan nilai x?
Penyelesaian:
Dua segitiga dikatakan kongruen jika semua sisi yang besesuaian sama panjang. Oleh karena itu AB = PQ, AC = PR dan BC = QR. Sekarang kita cari panjang BC dengan menggunakan teorema Pythagoras, yakni:
BC = √(AB2 + AC2)
BC = √(62 + 82)
BC = √(36 + 64)
BC = √100
BC = 10 cm
BC = QR
10 cm = (3 + x) cm
x = 10 – 3
x = 7
Jadi, agar segitiga siku-siku ABC kongruen dengan segitiga siku-siku PQR maka nilai x adalah 7.
  • Sifat Dua Segitiga yang Kongruen
Untuk mengetahui bagaimana sifat dua segitiga yang kongruen, silahkan perhatikan gambar di bawah ini.

Pada gambar di atas terdapat dua buah segitiga sama sisi yang kongruen yaitu ∆ABC dan ∆PQR. Apabila ∆ABC digeser ke kanan dan tepat menutupi ∆PQR, maka titik A akan berimpit dengan titik P, titik B akan berimpit dengan titik Q dan titik C berimpit dengan titik R.
Selain itu panjang ruas AB akan berimpit dengan ruas PQ, ruas AC akan berimpit dengan PR, dan ruas BC akan berimpit dengan QR. Dari kejadian tersebut maka akibatnya:
<=> AB = PQ
<=> AC = PR
<=> BC = QR
Berdasarkan hal tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dua segitiga yang kongruen akan memiliki sifat yakni sisi-sisi yang bersesuaian sama panjang.
Dari pergeseran ∆ABC ke ∆PQR juga akan diperoleh bahwa BAC akan tepat berimpit dengan QPR, ABC akan tepat berimpit dengan PQR, dan ACB akan tepat berimpit dengan PRQ, sehingga akan terjadi:
<=> BAC = QPR
<=> ABC = PQR
<=> ACB = PRQ
Berdasarkan uraian tersebut maka dua segitiga yang kongruen memiliki sifat yakni sudut-sudut yang bersesuaian sama besar.
Untuk memantapkan pemahaman Anda tentang sifat dua segitiga yang kongruen, silahkan perhatikan contoh soal di bawah ini.
Contoh Soal 1
Perhatikan gambar di bawah ini. 
Segitiga POQ siku-siku di O. Jika PQ diputar setengah putaran dengan pusat O (titik O di luar PQ) sehingga bayangannya P’Q’. Selidiki apakah POQ kongruen dengan P'OQ' ? Jika panjang OP = 6 cm dan OQ = 8 cm tentukan panjang P’Q’ ?
Penyelesaian:
Jika PQ diputar setengah putaran terhadap pusat O, maka akan diperoleh PQ = P'Q', PO = P'O, dan QO = Q'O. Hal ini menandakan bahwa sisi-sisi yang bersesuaian sama panjang. Selain itu QPO = Q'P'O, PQO = P'Q'O, dan POQ = P'O'Q yang menandakan bahwa sudut-sudut yang bersesuaian sama besar. Maka ∆POQ kongruen dengan ∆P'OQ'.
Untuk mencari panjang P’Q’ kita harus mencari panjang PQ dengan menggunakan teorema Pythagoras yakni:
PQ = √(OP2 + OQ2)
PQ = √(62 + 82)
PQ = √(36 + 64)
PQ = √100
PQ = 10 cm
P’Q’ = PQ = 10 cm
Jadi panjang P’Q’ adalah 10 cm.
Contoh Soal 2
Perhatikan gambar di bawah ini.
Jika ∆ABC kongruen dengan PQR. Tentukan:
a) besar AC
b) besar PQR
c) panjang sisi QR.
Penyelesaian:
a) Jika ∆ABC kongruen dengan PQR maka:
ACB = PRQ = 62°
b) Untuk mencari besar ∠PQR harus mencari besar ABC terlebih dahulu, maka:
ABC = 180° – (BAC + ACB)
ABC = 180° – (54° + 62°)
ABC = 64°
jadi
PQR = ABC
PQR = 64°
c) Jika ∆ABC kongruen dengan PQR maka:
QR = BC = 18 cm.
  •  Syarat Dua Segitiga Kongruen
Dua segitiga akan kongruen jika sisi-sisi yang bersesuaian sama panjang dan sudut-sudut yang bersesuaian sama besar. Untuk membuktikan kekongruenan dua buah segitiga, Anda harus menghitung setiap panjang sisi dan besar sudut kedua segitiga tersebut. Tentunya hal ini akan menyita waktu.
Untuk cara yang lebih efektif, Anda cukup mengetahui syarat-syarat dua segitiga yang kongruen. Adapun syarat dua segitiga yang kongruen adalah sebagai berikut.
a) Sisi-Sisi yang Bersesuaian Sama Panjang
Untuk syarat yang pertama ini sudah Mafia Online ulas pada postingan-postingan sebelumnya, seperti pada postingan yang berjudul “Dua Segitiga yang Kongruen” dan “Sifat Dua Segitiga yang Kongruen”. Jadi untuk syarat ini tidak akan diulas lagi. Kita lanjut ke syarat berikutnya.
Akan tetapi, untuk memantapkan pemahaman Anda tentang syarat pertama dua segitiga dikatakan kongruen (sisi-sisi yang bersesuaian sama panjang), silahkan perhatikan contoh soal di bawah ini.
Contoh Soal 1
Perhatikan gambar di bawah ini.
PQRS adalah bangun datar jajar genjang, di mana QS merupakan panjang diagonal jajargenjang tersebut. Apakah PQS dan RSQ kongruen? Jelaskan.
Penyelesaian:
Perhatikan jajargenjang PQRS, di mana sisi-sisi yang berhadapan sama panjang dan sejajar, sehingga PQ = SR, PQ // SR, dan PS = QR, PS // QR. Selanjutnya, QS adalah diagonal bidang sehingga QS = SQ. Dengan demikian, sisi-sisi yang bersesuaian dari PQS dan RSQ sama panjang. Jadi, PQS dan RSQ kongruen.
b) Dua Sisi yang Bersesuaian Sama Panjang dan Sudut yang Diapitnya Sama Besar
Untuk memahami syarat ini, sekarang perhatikan gambar di bawah ini.
Pada gambar tersebut, DE = KL, D = K, dan DF = KM. Jika kita mengukur panjang EF dan LM, besar E dan L, serta besar F dan M maka akan memperoleh hubungan:
EF = LM
E = L
F = M.
Dengan demikian, pada DEF dan KLM berlaku panjang DE = KL, EF = LM, dan DF = KM. ini berati bahwa pada DEF dan KLM sisi-sisi yang bersesuaian sama panjang. Selain itu besar D = K, E = L, dan F = M. ini berati bahwa sudut-sudut yang bersesuaian sama besar.
Hal ini menunjukkan bahwa DEF dan KLM memenuhi sifat dua segitiga yang kongruen. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa salah satu syarat dua segitiga yang kongruen adalah jika dua sisi yang bersesuaian dari dua segitiga sama panjang dan sudut yang diapitnya sama besar.
Contoh Soal 2
Perhatikan gambar di bawah ini.
 
Selidikilah apakah ABC kongruen dengan DEF? Jelaskan.
Penyelesaian:
ABC dan DEF tersebut memenuhi syarat dua sisi yang bersesuaian dari dua segitiga sama panjang dan sudut yang diapitnya sama besar sehingga ABC kongruen dengan DEF.
c) Dua Sudut yang Bersesuaian Sama Besar dan Sisi yang Berada di Antaranya Sama Panjang
Untuk memahami syarat yang ke-tiga ini, silahkan perhatikan gambar di bawah ini.
Pada gambar tersebut G = X, H = Y, dan GH = XY. Jika kita mengukur besar I dan Z, panjang GI dan XZ, serta panjang HI dan YZ, maka akan memperoleh hubungan bahwa besar I = Z, panjang GI = XZ, dan panjang HI = YZ.
Dengan demikian, pada GHI dan XYZ berlaku bahwa G = X, H = Y, dan I = Z. Ini berati bahwa pada GHI dan XYZ sudut-sudut yang bersesuaian sama besar. Sedangkan panjang GH = XY, HI = YZ, dan GI = XZ. Ini berati bahwa pada GHI dan XYZ sisi-sisi yang bersesuaian sama panjang. Hal ini menunjukkan bahwa GHI dan XYZ memenuhi sifat dua segitiga yang kongruen.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa dua buah segitiga dikatakan kongruen jika dua sudut yang bersesuaian dari dua segitiga sama besar dan sisi yang berada di antaranya sama panjang.
Contoh Soal 3
Perhatikan gambar di bawah ini.
Selidikilah apakah ABC kongruen dengan PQR? Jelaskan.
Penyelesaian:
ABC dan PQR tersebut memenuhi syarat dua sudut yang bersesuaian dari dua segitiga sama besar dan sisi yang berada di antaranya sama panjang sehingga ABC kongruen dengan PQR.
d) Dua Sudut yang Bersesuaian Sama Besar dan Sisi yang Berada di Hadapannya Sama Panjang
Untuk memahami syarat yang ke-empat (terakhir), silahkan perhatikan gambar di bawah ini.
 
Pada gambar tersebut diketahui bahwa A = X, B = Y, dan BC = YZ. Jika kita mengukur C dan Z, panjang AB dan XY, serta panjang AC dan XZ, maka akan memperoleh hubungan bahwa besar C = Z, AB = XY, dan AC = XZ.
Dengan demikian, pada ABC dan XYZ di atas berlaku bahwa besar A = X, B = Y, dan C = Z. Ini menunjukan bahwa pada ABC dan XYZ di atas, sudut-sudut yang bersesuaian sama besar. Sedangkan panjang AB = XY, BC = YZ, dan AC = XZ. Ini menunjukan bahwa pada pada ABC dan XYZ di atas, sisi-sisi yang bersesuaian sama panjang. Hal ini menunjukkan bahwa pada ABC dan XYZ di atas memenuhi sifat dua segitiga yang kongruen.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa dua buah segitiga dikatakan kongruen jika dua sudut yang bersesuaian dari dua segitiga sama besar dan satu sisi sekutu kedua sudutnya sama panjang.
Contoh Soal 4
Perhatikan gambar di bawah ini.
ABCD merupakan bangun datar persegi panjang, di mana BD merupakan panjang diagonal persegi panjang tersebut. Apakah ABD dan BCD kongruen? Jelaskan.
Penyelesaian:
ACD dan BCD tersebut memenuhi syarat dua sudut yang bersesuaian dari dua segitiga sama besar dan satu sisi sekutu kedua sudutnya sama panjang sehingga ACD kongruen dengan BCD
  •  Panjang Garis dan Besar Sudut dari Bangun Geometri

Konsep dua segitiga yang kongruen yang sudah Mafia Online posting, dapat digunakan untuk menentukan panjang garis dan besar sudut dari bangun datar, seperti jajargenjang, belah ketupat, dan layang-layang. Sebelum menghitung panjang garis dan besar sudut dari bangun geometri, silahkan Anda pelajari uraian berikut. Sekarang perhatikan gambar di bawah ini!
Gambar di atas merupakan segitiga siku-siku ABC dengan siku-siku di titik B. Jika dibuat garis dari titik sudut B ke hipotenusa AC sedemikian rupa sehingga ABT = 30°, maka besar ATB dapat ditentukan dengan menggunakan konsep jumlah sudut-sudut dalam segitiga yakni:
ATB = 180 – (ABT + BAT)
ATB = 180° – (30° + 30°)
ATB = 120°
Kita ketahui bahwa ∠ATB dan BTC merupakan sudut saling pelurus maka:
BTC = 180° – ATB
∠BTC = 180° – 120°
∠BTC = 60°
Kita juga ketahui bahwa ∠ABT dan dan CBT merupakan sudut penyiku, maka:
∠CBT = 90° ∠ABT
∠CBT = 90° 30°
∠CBT = 60°
Untuk mencari besar BCT dapat digunakan konsep jumlah sudut-sudut dalam segitiga, yakni:
BCT = 180° – (BTC + CBT)
BCT = 180° – (60° + 60°)
BCT = 60°
Jika digambarkan akan tampak seperti gambar di bawah ini.
 
Dari gambar di atas tampak bahwa BAT = ABT = 30° sehingga ABT sama kaki, dalam hal ini AT = BT. Selain itu, CBT = BCT = BTC = 60° sehingga BTC sama sisi, dalam hal ini BT = BC = CT.
Dengan demikian, AT = BT = BC = CT. Perhatikan bahwa AT = CT sehingga BT merupakan garis berat ABC. Oleh karena AC = AT + CT maka AC = BC + BC = 2BC atau AC = BT + BT = 2BT.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk segitiga siku-siku yang bersudut 30° akan memiliki dua sifat yakni: sifat pertama, bahwa panjang garis berat segitiga siku-siku bersudut 30° yang ditarik dari titik sudut siku-siku sama dengan panjang setengah hipotenusanya. Sifat kedua, panjang sisi terpendek dari segitiga siku-siku bersudut 30° sama dengan panjang setengah hipotenusanya.
Untuk memantapkan pemahaman Anda tentang sifat-sifat segitiga siku-siku yang bersudut 30°, perhatikan contoh soal di bawah ini.
Contoh Soal 1
Perhatikan gambar di bawah ini.
Jajargenjang ABCD terbentuk dari dua segitiga siku-siku yang kongruen, yaitu ADC dan CBA. Jika AC = 12 cm, tentukan panjang semua sisi jajargenjang tersebut.
Penyelesaian:
Sekarang perhatikan ∆ABC yang diambil dari bagian jajargenjang di atas, seperti gambar di bawah ini.
Kita ketahui bahwa BA = 2CB (sifat kedua dari segitiga siku-siku yang bersudut 30°). Untuk mencari panjang CB kita gunakan teorema Pythagoras di mana ∆CBA siku-siku di C maka:
(BA)2 = (AC)2 + (CB)2
(2CB)2 = 122 + (CB)2
4(CB)2 = 144 + (CB)2
3(CB)2 = 144
(CB)2 = 48
CB = 4√3 cm
BA = 2CB
BA = 2 . 4√3
BA = 8√3 cm.
Oleh karena ADC kongruen dengan ∆CBA maka:
AD = CB
AD = 4√3 cm
DC = BA
DC = 8√3 cm
Contoh Soal 2
Sekarang perhatikan lagi gambar di bawah ini.
Jika AB = 6 cm, BC = 3 cm, DC = 4 cm, DBC = 53°, dan DB = DA = 5 cm. Tentukanlah besar DAB.
Penyelesaian:
Jika semua data-data yang diketahui pada contoh soal 2 di masukan ke dalam gambar, maka akan tampak seperti gambar di bawah ini.
 
Sekarang perhatikan gambar di atas. Terlihat bahwa ∆ABD adalah segitiga samakaki. Tarik garis tinggi ABD yang melalui titik D hingga memotong AB secara tegak lurus di E.
Karena panjang AE = BE maka ∆ABD segitiga sama kaki di mana DE merupakan garis tinggi ∆ABD. Adapun ∆DEB siku-siku di E, EB = 3 cm, dan DB = 5 cm. Maka panjang DE dapat dicari dengan teorema Pythagoras yakni:
DE = √((DB)2 – (EB)2)
DE = √(52 – 32)
DE = √(25 – 9)
DE = √16
DE = 4 cm.
Sekarang perhatikan ∆DEB dan DCB, dari dua segitiga tersebut akan diperoleh:
DC = DE = 4 cm
CB = EB = 3 cm
DB = DB = 5 cm (berimpit)
Karena sisi-sisi yang bersesuaian sama panjang maka ∆DEB kongruen dengan DCB, akibatnya:
DBC = DBE
DBC = 53°.
Selain itu ∆DEB kongruen dengan DEA karena sisi-sisi yang bersesuaian sama panjang yakni:
ED = ED = 4 cm (berimpit)
DB = DA = 5 cm
EB = EA = 3 cm
Akibatnya:
DAB = DBE
DAB = 53°
Jadi, besar DAB adalah 53°
  •  Rumus Keliling dan Luas Bangun Datar
Sebelum Anda mengetahui rumus keliling dan luas bangun datar, terlebih dahulu Anda harus paham dengan pengertian bangun datar. Apa pengertian bangun datar secara matematika?
Bangun datar atau sering disebut sebagai bangun dua dimensi merupakan bangun datar yang hanya memiliki panjang dan lebar, yang dibatasi oleh garis lurus atau lengkung. Ada beberapa jenis bangun datar yang kita kenal yakni: persegi panjang, persegi, segitiga, jajargenjang, trapseium, belah ketupat, layang-layang dan lingkaran. Untuk gambarnya silahkan lihat gambar di bawah ini.
rumus bangun datar
1. Persegi Panjang
Pengertian persegi panjang adalah bangun datar segi empat yang memiliki dua pasang sisi sejajar dan memiliki empat sudut siku-siku (silahkan baca: pengertian dan sifat-sifat persegi panjang)
Rumus untuk mencari keliling dan luas persegi panjang yakni:
K = 2(p + l)
L = p.l
Untuk mencari bagaimana rumus di atas ditemukan silahkan baca: cara mencari keliling dan luas persegi panjang. Untuk contoh soal tentang keliling dan luas persegi panjang silahkan baca: contoh soal dan pembahasan keliling dan luas persegi panjang.
2. Persegi atau Bujur Sangkar
Pengertian persegi atau bujur sangkar adalah bangun segi empat yang memiliki empat sisi sama panjang dan empat sudut siku-siku (silahkan baca: pengertian dan sifat-sifat persegi).
Rumus untuk mencari keliling dan luas persegi atau bujur sangkar yakni:
K = 4s
L = s2
Untuk mencari bagaimana rumus persegi tersebut ditemukan silahkan baca: cara mencari keliling dan luas persegi. Sedangkan untuk melihat contoh soalnya silahkan baca: contoh soal dan pembahasan keliling dan luas persegi.
3. Segitiga
Pengertian segitiga adalah bangun datar yang dibatasi oleh tiga buah sisi dan mempunyai tiga buah titik sudut (silahkan baca: pengertian dan jenis-jenis segitiga)
Rumus untuk mencari keliling dan luas segitiga yakni:
K = a + b + c.
L = ½ x alas x tinggi
atau
L = ½ x a x t
Bagaimana rumus di atas didapatkan? Silahkan baca: cara mencari keliling dan luas segitiga. Untuk memantapkan pemahaman silahkan baca:
4. Jajargenjang
Pengertian jajargenjang adalah bangun segi empat yang dibentuk dari sebuah segitiga dan bayangannya yang diputar setengah putaran (180°) pada titik tengah salah satu sisinya (silahkan baca: pengertian dan sifat-sifat jajargenjang).
Rumus untuk mencari keliling dan luas jajar genjang yakni:
K = 2(sisi alas + sisi miring)
atau
K = 2(a + b)
L = alas x tinggi
atau
L = a x t
Untuk lebih lengkapnya silahkan baca cara mencari keliling dan luas jajargenjang. Sedangkan untuk contoh soalnya silahkan baca contoh soal dan pembahasan keliling dan luas jajargenjang.
5. Trapseium
Pengertian trapesium adalah bangun segi empat yang mempunyai tepat sepasang sisi yang berhadapan sejajar (silahkan baca: pengertian, jenis dan sifat-sifat trapesium)
Rumus untuk mencari keliling dan luas trapesium yakni:
K = jumlah seluruh sisi trapesium
atau
K = a + b + c + d
L = ½ x jumlah sisi sejajar x tinggi
atau
L = ½ x (a + c) x t
Agar lebih paham bagaimana rumus itu didapatkan silahkan baca cara mencari keliling dan luas trapseium. Sedangkan untuk contoh soalnya silahkan baca contoh soal dan pembahasan keliling dan luas trapesium.
6. Belah Ketupat
Pengertian belah ketupat adalah bangun segi empat yang dibentuk dari gabungan segitiga sama kaki dan bayangannya setelah dicerminkan terhadap alasnya (silahkan baca: pengertian dan sifat-sifat belah ketupat).
Rumus mencari keliling dan luas belah ketupat yakni:
K = 4s
L = ½ x d1 x d2
Untuk lebih paham tentang cara mencari rumus keliling dan luas belah ketupat silahkan baca cara mencari keliling dan luas belah ketupat. Sedangkan untuk contoh soalnya silahkan baca rumus, contoh dan pembahasan soal belah ketupat.
7. Layang-layang
Pengertian layang-layang adalah segi empat yang dibentuk dari gabungan dua buah segitiga sama kaki yang alasnya sama panjang dan berimpit (silahkan baca: pengertian dan sifat-sifat layang-layang).
Rumus untuk mencari keliling dan luas layang-layang yakni:
K = jumlah semua sisinya
atau
K = 2(x + y)
L = ½ x d1 x d2
Bingung dengan rumus di atas? silahkan baca sumbernya: cara mencari keliling dan luas layang-layang. Sedangkan untuk contoh soalnya silahkan baca contoh soal dan pembahasan keliling dan luas layang-layang.
8. Lingkaran
Lingkaran adalah kurva tertutup sederhana yang merupakan tempat kedudukan titik-titik yang berjarak sama terhadap suatu titik tertentu (silahkan baca: pengertian lingkaran).
Rumus untuk mencari keliling dan luas lingkaran yakni:
K = 2Ï€r
atau
K = πd
L = πr2
Untuk menemukan rumus tersebut silahkan baca menemukan pendekatan nilai π (phi), keliling dan luas lingkaran. Sedangkan untuk contoh soalnya silahkan baca:



Kesimpulan**
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan tentang keliling dan luas bangun datar yakni rumus keliling dan luas untuk:
1. persegi panjang: K = 2(p+l) dan L = p.l
2. persegi: K = 4s dan L = s2
3. segitiga: K = a + b + c,  dan L = a x t
4. jajar genjang: K = 2(a + b) dan L = a x t
5. trapesium: K = a + b + c + d, dan L = ½ x (a + c) x t
6. belah ketupat: K = 4s dan L = ½ x d1 x d2
7. layang-layang: K = 2(x + y) dan L = ½ x d1 x d2
8. lingkaran: K = 2πr dan L = πr2

 2.Bangun Ruang Sisi Lengkung

  •  Pengertian dan Unsur-Unsur Tabung

Dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali benda-benda yang berbentuk tabung yang bisa kita temui, misalnya kaleng minuman bersoda, kaleng susu, dan lain sebagainya. Berikut ini beberapa gambar benda yang berbentuk tabung.
Sumber gambar: Google Images
Benda-benda di atas jika digambarkan secara geometris akan tampak seperti gambar di bawah ini. 
 
Gambar di atas terlihat bahwa bangun ruang yang berbentuk tabung terdiri dari dua buah lingkaran yakni bagian bawah yang dikenal dengan istilah alas tabung dan bagian atas yang dikelan dengan istilah tutup tabung. Berdasarkan hal tersebut maka pengertian tabung adalah bangun ruang yang dibatasi oleh dua sisi yang sejajar dan kongruen berbentuk lingkaran  serta sisi lengkung.
Masih ingatkah Anda dengan unsur-unsur lingkaran? Unsur-unsur yang dimiliki oleh tabung hampir sama seperti unsur-unsur yang dimiliki oleh  lingkaran. Apa saja unsur-unsur dari bangun ruang tabung?
Untuk mengetahui unsur-unsur bangun ruang tabung perhatikan gambar di bawah ini.
Berdasarkan gambar di atas, tabung memiliki unsur-unsur sebagai berikut.
a. Sisi alas dan tutup tabung
Seperti yang dijelaskan di atas bahwa tabung dibatasi oleh dua buah lingkaran yakni bagian bawah (sisi alas) dan bagian atas (tutup tabung). Sisi alas tabung merupakan sisi yang berbentuk lingkaran dengan pusat T1 (lihat gambar di atas), sedangkan tutup tabung merupakan sisi yang berbentuk lingkaran juga dengan pusat T2 (silahkan lihat gambar di atas).
b. Pusat Lingkaran
Ingat** salah satu unsur lingkaran adalah pusat lingkaran. Begitu juga dengan tabung, di mana titik T1 pada sisi alas dan T2 pada tutup tabung dinamakan pusat lingkaran. Pusat lingkaran merupakan titik tertentu yang mempunyai jarak yang sama terhadap semua titik pada lingkaran itu.
c. Jari-Jari Lingkaran
Sekarang perhatikan titik A dan B pada lingkaran alas tabung dan titik C dan D pada lingkaran tutup tabung. Ruas garis T1A dan T1B dinamakan jari-jari lingkaran (jari-jari bidang alas tabung) dan ruas garis T2C dan T2D merupakan jari-jari lingkaran (jari-jari bidang tutup tabung). Dalam hal ini T1A = T1B = T2C = T2D. Jari-jari lingkaran merupakan jarak pusat lingkaran ke titik pada lingkaran.
d. Diameter atau Garis Tengah Lingkaran
Sekarang perhatikan ruas garis AB dan CD. Ruas garis AB dan CD dinamakan diameter atau garis tengah lingkaran. Diameter lingkaran merupakan ruas garis yang menghubungkan dua titik pada lingkaran yang melalui titik pusat lingkaran. Panjang diameter lingkaran merupakan dua kali jari-jari lingkaran.
e. Tinggi Tabung
Sekarang perhatikan titik T1 dan T2. Ruas garis yang menghubungkan titik T1 dan T2 dinamakan tinggi tabung, biasanya dinotasikan dengan t. Tinggi tabung disebut juga sumbu simetri putar tabung.
f. Selimut Tabung
Selimut tabung sering disebut dengan sisi lengkung tabung. Selimut tabung dapat ditentukan dengan cara mengalikan antara keliling alas dengan tinggi tabung. Adapun garis-garis pada sisi lengkung yang sejajar dengan sumbu tabung dinamakan garis pelukis tabung.
Dengan unsur-unsur dari bangun ruang tabung yang sudah dijelaskan di atas, kita bisa menentukan luas permukaan tabung
  •  Luas Permukaan Tabung

Masih ingatkah Anda dengan unsur-unsur tabung? Salah satu unsur dari tabung adalah selimut tabung. Jika sebuah tabung direbahkan/dibelah dengan cara memotong sepanjang ruas garis AC, keliling alas, dan keliling tutup tabung ditempatkan pada bidang datar maka diperoleh jaring-jaring tabung, seperti gambar di bawah ini.
Jaring-jaring tabung tersebut teridiri dari dua buah lingkaran dan sebuah persegi panjang yang merupakan selimut tabung. Selimut tabung pada gambar di atas berbentuk persegipanjang A1A2C2C1. Untuk menentukan luas permukaan tabung Anda harus paham dengan konsep keliling dan luas lingkaran. Masih ingatkah Anda cara menentukan keliling dan luas sebuah lingkaran?
Kita harus menentukan luas selimut tabung terlebih dahulu. Di mana luas selimut tabung akan menjadi luas persegi panjang jika dibelah, dengan ketentuan tinggi tabung (t) menjadi lebar (l) persegi panjang dan keliling lingkaran (2Ï€r) akan menjadi panjang (p) persegi panjang. Jadi, luas selimut tabung adalah:
L. selimut = p . l
L. selimut = 2Ï€r . t
L. selimut = 2Ï€rt
Maka luas permukaan tabung dapat dicari dengan cara menjumlahkan antara luas alas, luas tutup, dan luas selimut tabung. Dalam hal ini luas alas sama dengan luas tutup yang merupakan luas lingkaran (Ï€r2), maka:
L. tabung = L. alas + L. tutup + L. selimut
L. tabung = 2.(L. alas) + L. selimut
L. tabung = 2Ï€r2 + 2Ï€rt
L. tabung = 2Ï€r(r + t)
Jadi, untuk menghitung luas permukaan tabung dapat digunakan rumus:
L. tabung = 2Ï€r(r + t)
Untuk memantapkan pemahaman Anda tentang cara menghitung luas permukaan tabung, silahkan perhatikan contoh soal di bawah ini.
Contoh Soal 1
Sebuah tabung berjari-jari 5 cm. Jika tingginya 5 cm dan π = 3,14, hitunglah luas permukaannya.
Penyelesaian:
Gunakan rumus:
L. tabung = 2Ï€r(r + t)
L. tabung = 2 . 3,14 . 5 cm . (5 cm + 5 cm)
L. tabung = 2 . 3,14 . 5 cm . 10 cm
L. tabung = 314 cm2
Jadi, luas permukaan tabung adalah 314 cm2.
Contoh Soal 2
Diketahui luas selimut suatu tabung adalah 1.408 cm2. Jika jari-jari alasnya 14 cm, tentukan luas permukaan tabung tersebut.
Penyelesaian:
Kita harus mencari tinggi dari tabung tersebut dengan menggunakan rumus luas selimut tabung yakni:
L. selimut = 2Ï€rt
1.408 = 2 . (22/7) . 14 . t
1.408 = 88 . t
t = 1.408/88
t = 16 cm
Sekarang cari luas permukaan tabung dengan menggunakan rumus:
L. tabung = 2Ï€r(r + t)
L. tabung = 2 . (22/7) . 14 cm . (14 cm + 16 cm)
L. tabung = 2 . 22 . 2 cm . 30 cm
L. tabung = 2640 cm2
Jadi, luas permukaan tabung adalah 2.640 cm2.
Contoh Soal 3
Jika luas permukaan tabung dengan jari-jari 7 cm dan π = 22/7 adalah 748 cm2. Tentukan tinggi tabung tersebut.
Penyelesaian:
Untuk mencari tinggi tabung tersebut dapat digunakan rumus mencari luas permukaan tabung yakni:
L. tabung = 2Ï€r(r + t)
748 = 2. (22/7) . 7. (7 + t)
748 = 44(7 + t)
748 = 308 + 44t
748 – 308 = 132t
440 = 44t
t = 440/44
t = 10 cm
Jadi, tinggi tabung tersebut adalah 10 cm.
  •  Volume Tabung

Tabung merupakan bangun ruang prisma dengan alasnya berbentuk lingkaran. Jadi supaya Anda paham cara menentukan volume tabung, harus dipahami terlebih dahulu cara menentukan volume prisma
Kita telah ketahui bahwa volume prisma dapat dicari dengan persamaan matematis:
V = L. alas x tinggi
Telah disinggung di atas bahwa tabung merupakan prisma dengan alas berbentuk lingkaran. Luas lingkaran dapat dicari dengan persamaan:
L = πr2
Maka volume tabung dapat dicari yakni:
V = L. alas x tinggi
V = πr2 x t
V = πr2t
Contoh Soal 1
Tabung dengan panjang jari-jari 10 cm berisi minyak setinggi 14 cm. Ke dalam tabung itu dimasukkan minyak lagi sebanyak 1,884 liter. Tinggi minyak dalam tabung sekarang adalah …. (Ï€ = 3,14)
A. 16 cm
B. 18 cm
C. 19 cm
D. 20 cm
(Soal UN 2009/2010)
Penyelesaian:
Konversi satuan liter ke cm3
1 liter = 1 dm3 = 1000 cm3
1,884 liter = 1884 cm3
Kita harus cari tinggi minyak yang ditambahkan dengan menggunakan volume tabung:
V = πr2t
1884 cm3 = 3,14 (10 cm)2.t
1884 cm3 = (314 cm2).t
t = 1884 cm3/314 cm2
t = 6 cm
Tinggi minyak sebelum ditambahkan adalah 14 cm, maka tinggi minyak di dalam tabung sekarang yakni:
t = 14 cm + 6 cm
t = 20 cm
Jadi, tinggi minyak dalam tabung sekarang adalah 20 cm (Jawaban D)
  •  Pengertian dan Unsur-Unsur Kerucut

Pernahkah Anda mendengar kerucut lalu lintas? Kerucut lalu lintas dalam bahasa inggris dikenal dengan nama traffic cone, merupakan alat untuk mengatur lalu lintas yang bersifat sementara yang berbentuk kerucut. Biasanya digunakan untuk melindungi pekerja di jalan yang sedang melakukan pekerjaan perawatan dan pemeliharaan jalan. 
Kerucut lalu lintas
Sumber: www.freerepublic.com
Sesuai dengan namanya, kerucut lalu lintas berbentuk bangun ruang kerucut. Tahukah Anda apa pengertian kerucut?
Kerucut dapat didefinisikan sebagai bangun ruang sisi lengkung yang menyerupai limas segi-n beraturan yang bidang alasnya berbentuk lingkaran. Kerucut dapat dibentuk dari sebuah segitiga siku-siku yang diputar satu putaran penuh (360°), di mana sisi siku-sikunya sebagai pusat putaran seperti gambar di bawah ini.  
Bangun ruang kerucut pada gambar di atas dibentuk dari segitiga siku-siku TOA dengan siku-siku di titik O. Kemudian segitiga siku-siku tersebut yang diputar, di mana sisi TO sebagai pusat putaran maka diperoleh bangun ruang seperti gambar traffic cone di atas.  
Sama seperti bangun ruang tabung, bangun ruang kerucut juga memiliki unsur-unsur penyusunnya. Untuk mengetahui unsur-unsur kerucut perhatikan gambar di bawah ini.
a. Sisi Alas Kerucut
Sisi alas kerucut merupakan sisi yang berbentuk lingkaran dengan pusat O (lihat gambar di atas).
b. Jari-Jari Kerucut
Sekarang perhatikan titik A dan O dan titik B dan O pada bidang alas kerucut. Ruas garis AO dan BO dinamakan jari-jari lingkaran (jari-jari bidang alas kerucut). Jari-jari lingkaran merupakan jarak pusat lingkaran ke titik pada lingkaran.
d. Diameter atau Garis Tengah Lingkaran
Sekarang perhatikan ruas garis AB. Ruas garis AB dinamakan diameter atau garis tengah lingkaran. Diameter lingkaran merupakan ruas garis yang menghubungkan dua titik pada lingkaran yang melalui titik pusat lingkaran. Panjang diameter lingkaran merupakan dua kali jari-jari lingkaran.
e. Tinggi Kerucut
Sekarang perhatikan titik O dan T. Ruas garis yang menghubungkan titik O dan T dinamakan tinggi kerucut, biasanya dinotasikan dengan t. Tinggi kerucut disebut juga sumbu simetri putar kerucut.
f. Selimut Kerucut
Selimut kerucut merupakan bidang kerucut selain bidang alas atau bidang lengkung. Selimut kerucut sering disebut dengan sisi lengkung kerucut. Garis-garis pada selimut kerucut yang ditarik dari titik puncak T ke titik pada lingkaran (misalnya TA dan TB) dinamakan garis pelukis kerucut (s).
  •  Luas Permukaan Kerucut

Dalam kehidupan sehari-hari sering kita jumpai benda-benda berbentuk kerucut, misalnya nasi tumpeng, caping atau topi petani, topi ulang tahun, dan rumah adat Mbaru Niang di Flores, seperti gambar di bawah ini.

Secara geometris gambar benda-benda di atas yang berbentuk bangun ruang kerucut dapat digambarkan seperti gambar bawah ini.
Sisi alas kerucut berbentuk lingkaran dan sisi tegak berupa bidang lengkung yang disebut selimut kerucut. Jadi bangun ruang kerucut dibatasi oleh dua sisi, yaitu sisi alas dan selimut kerucut. Pada gambar di atas, t merupakan tinggi kerucut, r adalah jari-jari alas kerucut, dan s disebut garis pelukis.
Bila kerucut dipotong menurut garis pelukis s dan sepanjang keliling alasnya, maka didapat jaring-jaring kerucut, seperti gambar di bawah ini.

Jika diperhatikan luas permukaan kerucut di atas terdiri dari luas alas lingkaran A dan luas selimut BCB’. Untuk menghitung luas permukaan kerucut, kita harus mencari luas selimut terlebih dahulu. Luas selimut kerucut dapat ditentukan dengan menggunakan hubungan antara luas juring dengan panjang busur lingkaran. Dalam hal ini, luas selimut tersebut merupakan luas juring lingkaran dengan titik pusat di C dan berjari-jari s (garis pelukis kerucut menjadi jari-jari lingkaran C), seperti gambar di bawah ini.
Maka, luas selimut kerucut atau luas juring BCB’ dapat di cari dengan menggunakan hubungan antara luas juring dengan panjang busur lingkaran, yakni
Luas BCB’/Luas C = Panjang BB’/keliling C
Dalam hal ini panjang BB’ merupakan kelilinglingkaran A yakni 2Ï€r, sedangkan luas lingkaran C dapat dicari dengan menggunakan jar-jari s yang merupakan garis pelukis kerucut yakni Ï€s2 dan keliling lingkaran C dapat dicari yakni 2Ï€s. Maka persamaan di atas menjadi:
Luas BCB’/Ï€s2 = 2Ï€r/2Ï€s
Luas BCB’/Ï€s2 = r/s
Luas BCB’ = Ï€s2r/s
Luas BCB’ = Ï€rs
Jadi luas selimut kerucut dapat dirumuskan:
L selimut = πsr
Sedangkan alas kerucut merupakan luas lingkaran A yakni πr2, maka luas permukaan kerucut dapat dicari yakni:
L = luas alas + luas selimut
L = πr2 + πsr
L =Ï€r(r+s)
Jadi luas permukaan kerucut dapat dirumuskan:
L = πr(r+s)
Panjang s dapat dicari dengan menggunakan teorema Phytagoras, yakni:
s2 = r2 + t2
s = √(r2 + t2)
Contoh Soal
Luas permukaan kerucut dengan diameter 10 cm dan tinggi 12 cm adalah ….
A.  85 Ï€ cm2
B.  90 Ï€ cm2
C.  220 Ï€ cm2
D.  230 Ï€ cm2
(Soal UN 2010/2011)
Penyelesaian:
Kita harus mencari nilai s terlebih dahulu, dalam hal ini r = d/2 = 5 cm, maka:
s = √(r2 + t2)
s = √(52 + 122)
s = √(25 + 144)
s = √169
s = 13 cm
L = πr(r+s)
L = π.5.(5+13)
L = 90 π cm2
Jadi, luas permukaan kerucut tersebut adalah 90 π cm2 (Jawaban B)
  •  Volume Kerucut

Tahukah Anda dengan Museum Purna Bakti Pertiwi? Kompleks museum yang berlokasi di beranda depan Taman Mini Indonesia Indah ini pertama kali digagas oleh Ibu Tien Soeharto memiliki bentuk bangunan yang unik. Setiap bangunannya berbentuk kerucut. Jika jari-jari kerucut yang besar adalah 14 m dan tinggi 20 m, tahukah Anda berapa volume kerucut tersebut?
Untuk menjawab permasalahan di tersebut, Anda harus paham dengan konsep volume kerucut. Bagaimana cara mencari volume kerucut? Pada postingan tentang pengertian, jenis-jenis dan sifat-sifat limas, telah disinggung bahwa kerucut bisa dikatakan bangun ruang limas. Perhatikan gambar di bawah ini.
Gambar di atas sebelah kiri menunjukkan bangun limas segi banyak beraturan. Jika rusuk-rusuk pada bidang alasnya diperbanyak secara terus-menerus maka akan diperoleh bentuk yang mendekati kerucut (gambar di atas sebelah kanan). Oleh karena itu, kerucut dapat dipandang sebagai limas. Kerucut memiliki bidang alas berupa daerah lingkaran dan bidang sisi tegaknya berupa bidang lengkung yang disebut selimut kerucut.
Karena kerucut merupakan limas segi banyak, maka volume kerucut dapat dicari dengan menggunakan konsep volume limas. Kita ketahui bahwa volume limas dicari dengan persamaan matematis:
Volume = 1/3 x luas alas x tinggi

Karena kerucut alasnya berbentuk lingkaran, maka:
Volume = 1/3 x luas lingkaran x tinggi

Kita juga telah mengetahui bahwa luas lingkaran dirumuskan yaitu:
L = πr2

Maka maka volume kerucut dapat dirumuskan yakni:
Volume = 1/3 x πr2 x t
Volume = 1/3(Ï€r2t)
Jadi, volume kerucut adalah:
V = (1/3)Ï€r2t
Dalam hal ini:
V = volume kerucut
r = jari-jari alas kerucut
t = tinggi kerucut
Ï€ = 3,14 atau 22/7
Dari volume kerucut, nanti Anda akan menemukan konsep volume bola. Untuk memantapkan pemahaman Anda dengan konsep volume kerucut, perhatikan contoh soal berikut ini.
Contoh Soal 1
Diketahui sebuah kerucut berdiameter 14 cm dan tingginya 6 cm. Hitunglah volume kerucut tersebut.
Penyelesaian:
d = 14 cm => r = ½ x 14 cm = 7 cm
V = (1/3)Ï€r2t
V = (1/3)(22/7)(7 cm)2.6 cm
V = 308 cm2
Jadi, volumenya adalah 308 cm3.
Contoh Soal 2
Volume sebuah kerucut adalah 594 cm3. Jika tinggi kerucut itu menjadi 2 kali tinggi semula (jari-jari tetap), berapa volume kerucut itu setelah perubahan?
Penyelesaian:
Misalkan:
Volume kerucut semula = V1,
tinggi kerucut semula = t1,
volume kerucut setelah perubahan = V2,
dan tinggi kerucut setelah perubahan = t2
maka t2 = 2t1.
V1 = (1/3)Ï€r2t1 => 594 cm3 = (1/3)Ï€r2t1
V2 = (1/3)Ï€r2t2
V2 = (1/3)Ï€r2.2t1
V2 = 2.(1/3)Ï€r2t1
V2 = 2 . 594 cm3
V2 = 1.188 cm3
Jadi, volume kerucut setelah mengalami perubahan adalah dua kali volume semula, yaitu 1.188 cm3.
  •  Pengertian dan Unsur-Unsur Bola
Mungkin Anda tidak asing dengan benda yang namanya bola. Benda yang berbentuk bundar ini sering dipakai dalam permainan basket, voly, sepak bola, golf, kasti, dan lain sebagaimnya. Bola memiliki ukuran yang berbeda-beda tergantung jenis permainannya.
Sesuai dengan namanya, bola berbentuk bangun ruang bola. Tahukah Anda apa pengertian bangun ruang bola?
Bola merupakan bangun ruang sisi lengkung yang dibatasi oleh satu bidang
lengkung. Bola dapat dibentuk dari bangun setengah lingkaran yang diputar sejauh 360° pada garis tengahnya. Sekarang perhatikan gambar di bawah ini. 
Gambar di atas merupakan setengah lingkaran dengan diameter AB dan diputar satu putaran penuh dengan diameter sebagai sumbu putar maka akan tampak gambar seperti di bawahnya. Nah gambar setelah diputar merupakan bangun ruang bola.
Sama seperti bangun ruang tabung dan kerucut, bola juga memiliki unsur-unsur. Untuk mengatahui unsur-unsur bangun ruang bola perhatikan gambar di bawah ini. 
Adapun unsur-unsur bangun ruang bola sebagai berikut.
a. Jari-Jari Bola
Sekarang perhatikan titik A dan O. Ruas garis AO dinamakan jari-jari bangun ruang bola. Jari-jari bangun ruang bola merupakan jarak titik pusat bola ke titik pada kulit bola. Dalam hal ini titik pusat bola adalah titik O.
b. Diameter Bola
Sekarang perhatikan ruas garis AB. Ruas garis AB dinamakan diameter bangun ruang bola. Diameter bola merupakan ruas garis yang menghubungkan dua titik pada sisi bola yang melalui titik pusat bola. Panjang diameter bola merupakan dua kali jari-jari bola. Diameter bola dapat pula disebut tinggi bola.
c. Sisi Bola
Sisi bola adalah kumpulan titik yang mempunyai jarak sama terhadap titik O. Sisi tersebut dinamakan selimut atau kulit bola. Ruas-ruas garis pada selimut bola yaitu ACBDA dinamakan garis pelukis bola. Bagimana cara menghitung luas sisi atau permukaan bola?
  •  Luas Permukaan Bola
 Sekarang perhatikan gambar di bawah ini.

Pada gambar di atas merupakan sebuah bola plastik berjari-jari r, sedangkan gambar yang tunjuk anak panah merupakan merupakan sehelai kertas berbentuk persegi panjang dengan ukuran panjang 4Ï€r dan lebar r, maka luas daerah persegi panjang tersebut adalah 4Ï€r2.
Jika bola plastik dikuliti, kemudian kulitnya diletakkan pada sehelai kertas yang berbentuk persegi panjang dengan luas 4Ï€r2 kulit bola itu akan persis menutupi seluruh permukaan kertas itu. Hal tersebut menggambarkan bahwa rumus luas permukaan bola adalah:
L. Bola = 4Ï€r2
Untuk memantapkan pemahaman Anda tentang cara menghitung luas permukaan bola perhatikan sontoh soal di bawah ini.
Contoh Soal 1
Diketahui sebuah bola dengan jari-jari 7 cm. Tentukan luas permukaan bola tersebut.
Penyelesaian:
Gunakan rumus untuk mencari luas permukaan bola tersebut, maka:
L. Bola = 4Ï€r2
L. Bola = 4 . (22/7) . 72
L. Bola = 616
Jadi, luas permukaan bola tersebut adalah 616 cm2
Contoh Soal 2
Diketahui luas permukaan suatu bola 154 cm2, tentukan panjang jari-jari bola tersebut.
Penyelesaian:
Gunakan rumus luas permukaan bola untuk mencari panjang jari-jari bola tersebut, yakni:
L. Bola = 4Ï€r2
154 = 4 . (22/7) . r2
154 = (88/7) . r2
1078 = 88r2
r2 = 1078/88
r2 = 12,25
r = √(12,25)
r = 3,5
Jadi, panjang jari-jari bola tersebut adalah 3,5 cm
Contoh Soal 3
Tangki penyimpanan gas alam cair berbentuk bola dengan jari-jari 70 m. Supaya tangki itu dapat menyimpan gas alam cair sampai –160°C tanpa membeku, lapisan luar tangki tersebut diisolasi. a). Berapa meter persegi isolasi yang diperlukan untuk melapisi tangki itu? B). Jika biaya isolasi per meter persegi adalah Rp100.000,00, berapa besar biaya yang diperlukan untuk mengisolasi tangki tersebut?
Penyelesaian:
a). Untuk menjawab soal di atas gunakan rumus untuk mencari luas permukaan bola. Di mana luas permukaan bola sama dengan luas isolasi yang diperlukan untuk melapisi tangki yang betuknya seperti bola, maka:
L. Bola = 4Ï€r2
L. Bola = 4 . (22/7) . 702
L. Bola = 61600 m2
Jadi, banyak isolasi yang isolasi yang diperlukan untuk melapisi tangki tersebut adalah 61600 m2.
b) Untuk menghitung biaya yang diperlukan untuk mengisolasi sebuah tanggi dapat dilakukan dengan cara mengalikan antara luas isolasi dengan harga isolasi per meternya, maka:
Biaya = (L. Bola).(Harga permeter)
Biaya = (61600 m2) . (Rp100.000/m2)
Biaya = Rp 6.160.000.000/m2
Jadi, biaya yang diperlukan untuk mengisolasi sebuah tanggi adalah Rp 6.160.000.000,00 atau 6,16 miliyar rupiah.
  •  Volume Bangun Ruang Bola
Untuk menentukan volume bola Anda harus menguasai konsep volume kerucut, karena untuk mencari volume bola dapat dibuktikan dengan menggunakan volume kerucut. Bagaimana caranya?
Sekarang perhatikan gambar di bawah ini.
Gambar  (a) merupakan setengah bola dengan jari-jari r, sedangkan Gambar (b) merupakan kerucut dengan jari-jari r dan tinggi 2r. Dari gambar di atas kita ketahui bahwa panjang jari-jari bola sama dengan jari-jari kerucut, hanya saja tinggi kerucut dua kali jari-jari bola.
Bila kerucut ini diisi dengan air sampai penuh, kemudian dituangkan ke dalam setengah bola, maka setengah bola dapat menampung tepat volume kerucut. Ini berarti untuk volume bangun setengah bola dengan volume kerucut yang berjari-jari sama dengan jari-jari bola, dan tinggi kerucut sama dengan dua kali jari-jarinya (t = 2r), akan berlaku:
½.Volume bola = volume kerucut
Volume bola = 2.volume kerucut
Kita ketahui bahwa volume kerucut dirumuskan:
V.kerucut = (1/3)Ï€r2t
Maka volume bola menjadi:
Volume bola = 2.volume kerucut
Volume bola = 2.(1/3)Ï€r2t
Volume bola = (2/3)Ï€r2t
Volume bola = (2/3)Ï€r2(2r)
Volume bola = (4/3)Ï€r3
Jadi, volume bola dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
V = (4/3)Ï€r3
Sekarang perhatikan rumus (4/3)Ï€r3, rumus tersebut sama dengan 4(1/3)Ï€r3. Kita ketahui (1/3)Ï€r3 merupakan rumus volume kerucut, di mana jari-jari kerucut sama dengan tingginya. Jadi volume bola sama dengan empat kali volume kerucut.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa:
(a) volume bola sama dengan empat kali volume kerucut, dengan jari-jari dan tinggi kerucut sama dengan jari-jari bola.
(b) rumus untuk volume bola adalah:
V = (4/3)Ï€r3
Dalam hal ini,
V = volume bola
r = jari-jari bola
π = 3,14 atau π = 22/7
Untuk memantapkan pemahaman Anda tentang volume bola, silahkan perhatikan contoh soal berikut ini.
Contoh Soal 1
Diketahui jari-jari sebuah bola adalah 21 cm. Tentukan volume bola tersebut!
Penyelesaian:
V = (4/3)Ï€r3
V = (4/3)(22/7)(21 cm)3
V = (4/3)(22/7)(21 cm)(21 cm)(21 cm)
V = 4 . 22 . 7 cm . 3 cm . 21 cm
V = 38808 cm3
Jadi, volume bola itu adalah 38.808 cm3.
Contoh Soal 2
Volume sebuah bola adalah 310,464 cm3. Tentukan panjang jari-jarinya.
Penyelesaian:
V = (4/3)Ï€r3
310,464 = (4/3)(22/7)r3
310,464 = (88/21)r3
r3 = 310,464 . 21/88
r3 = 74,088
r3 = (4,2)3
r = 4,2
Jadi, panjang jari-jari bola itu adalah 7 cm.
Contoh Soal 3
Sebuah bola besi berjari-jari 3 cm, dimasukkan ke dalam tabung berisi cairan sehingga permukaan cairan dalam tabung naik. Jika jari-jari alas tabung 5 cm, berapa sentimeter kenaikan cairan dalam tabung tersebut?
Penyelesaian:
Perhatikan gambar di bawah ini.
Misalkan jari-jari bola = r1, jari-jari tabung = r2, dan tinggi kenaikan cairan = t. Bentuk cairan yang naik mengikuti bentuk tabung sehingga volume air yang naik sama dengan volume bola, maka:
Volume air yang naik = volume bola
Ï€(r2)2t = (4/3)Ï€(r1)3
(r2)2t = (4/3)(r1)3
(5)2t = (4/3)(3)3
25t = 36
t = 36/25
t = 1,44 cm
Jadi, tinggi cairan yang naik adalah 0,36 cm

3. Statistika

  •  Pengertian Datum, Data dan Statistika

Tahukah Anda bahwa ilmu statistika telah digunakan ribuan tahun yang lalu oleh bangsa Babilonia kuno, Mesir kuno, dan Cina kuno. Pada zaman itu statistika hanya digunakan untuk menghitung jumlah populasi untuk tujuan pemungutan pajak. Kemudian statistika mengalami perkembangan yang sangat pesat sejak awal abad ke-15 sampai sekarang, ahli-ahli statistika mulai menyadari bahwa statistika bisa diterapkan dalam berbagai bidang yang lebih luas, seperti industri, kedokteran, genetika, pendidikan dan lain-lain.
Statistika sangat erat kaitannya dengan data. Oleh karena itu, sebelum membahas mengenai statistika, Anda harus tahu apa pengertian data. Untuk mengetahui apa pengertian data silahkan simak ilustrasi berikut.
Seorang guru ingin mengetahui tinggi badan dan tingkat kesehatan lima orang siswanya. Kemudian guru tersebut menyuruh salah satu siswanya yang bernama Anggie untuk mengukur tinggi lima orang termannya tersebut. Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan oleh Anggie maka diperoleh tinggi badan siswa yakni Iwan dengan tinggi badan 158 cm, Agus dengan tinggi badan 156 cm, Zuki dengan tinggi badan 152 cm, Hendra dengan tinggi badan 160 cm, dan Dewi dengan tinggi badan 153 cm”.
Mengukur tinggi badan siswa.
Sumber gambar: puskesmasmekarmukti.blogspot.com
Berdasarkan ilustrasi di atas, bilangan 158 cm merupakan tinggi badan seorang siswa. Fakta tunggal ini dinamakan datum. Adapun hasil seluruh pengukuran terhadap lima orang siswa disebut data. Datum dibedakan menjadi dua yaitu datum dalam bentuk angka (misalnya tinggi badan siswa, skor ulangan umum siswa, waktu tempuh seorang pelari, dll) dan datum dalam bentuk kategori (misalnya baik atau buruk, tinggi atau pendek, dll). Data juga dibedakan berdasarkan jenisnya menjadi dua yaitu data kuantitatif dan data kualitatif.
Data kuantitatif merupakan data yang berupa bilangan dan nilainya bisa berubah-ubah. Data kuantitatif biasanya diperoleh dengan menggunakan alat ukur, misalnya tinggi badan siswa kelas IX sebanyak lima orang siswa. Sedangkan data kualitatif merupakan data yang menggambarkan keadaan objek yang dimaksud, misalnya selain ganteng, Arjuna juga pintar memanah. Biasanya data kualitatif diperoleh berdasarkan indra kita.
Sekarang kembali lagi ke ilustrasi di atas. Berdasarkan data yang diperoleh, Anggie menyimpulkan bahwa dari kelima siswa tersebut bahwa siswa yang paling tinggi badannya adalah Hendra dan siswa yang paling pendek badannya adalah Zuki.
Ketika Anggie menarik kesimpulan berdasarkan data di atas, sebenarnya ia telah menggunakan statistika. Jadi, statistika adalah ilmu yang berhubungan dengan pengumpulan data, perhitungan atau pengolahan data, serta penarikan kesimpulan berdasarkan data yang diperoleh.
Contoh Soal
Hasil pengukuran tinggi badan siswa Kelas IX C yang diambil secara acak adalah sebagai berikut. 
Berapa jumlah datum dalam tabel di atas? Berapa nilai datum terbesar? Berapa nilai datum terkecil?
Penyelesaian:
Data tersebut terdiri atas 5 datum. Datum terbesar adalah 165, sedangkan datum terkecil adalah 155.
  •  Pengertian Populasi dan Sampel

Untuk memudahkan Anda memahami apa pengertian populasi dan sampel, silahkan simak ilustrasi berikut. “Pada saat jalan-jalan ke pemandian air panas Banjar, kabupaten Buleleng. Di sepanjang pinggir jalan Singaraja-Seririt, Vivien melihat penjual anggur berjejer menjajakan dagangannya. Kemudian ia berniat membeli buah anggur untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh untuk keluarganya. Sebelum membeli buah anggur tersebut, Vivien ingin mencicipi terlebih dahulu buah anggur tersebut. Setelah mendapat ijin dari pemilik anggur, maka Vivien mengambil beberapa buah anggur dari beberapa tempat berbeda di dalam keranjang buah, yaitu beberapa anggur yang terletak di bagian dasar keranjang, beberapa anggur yang terletak di bagian tengah keranjang dan beberapa anggur yang terletak di bagian atas keranjang. Setelah mencicipi ternyata semua anggur tersebut manis rasanya. Oleh karena itu, Vivien memutuskan untuk membeli 4 kg anggur tersebut”.
Buah anggur
Sumber Gambar: www.asiancacner.com
Nah dari ilustrasi di atas, beberapa buah anggur yang diambil Vivien untuk dicicipi disebut sampel, sedangkan seluruh anggur dalam keranjang disebut populasi. Jadi, apa pengertian populasi dan sampel?
Populasi dapat didefiniskan sebagai sekelompok objek yang bisa berupa bilangan, benda, orang, binatang dan lain sebagainya yang dibicarakan atau yang menjadi objek pengamatan. Sedangkan definisi dari sampel adalah sebagian dari populas yang diambil untuk dijadikan objek pengamatan langsung dan dijadikan dasar dalam penarikan kesimpulan mengenai populasi
Untuk memantapkan pemahaman Anda mengenai populasi dan sampel, silahkan simak beberapa contoh soal di bawah ini.
Contoh Soal 1
Sebuah pabrik roti membuat beberapa jenis roti yaitu roti kacang hijau, roti cokelat, roti susu dan roti nenas. Salah seorang pegawai pabrik roti tersebut mengambil masing-masing tiga buah roti kacang hijau, tiga buah roti cokelat, tiga buah roti susu dan tiga buah roti nenas. Roti yang telah diambil diperlihatkan kepada para pembeli roti di ruang bagian pemasaran dari pabrik tersebut. Tentukan populasi dan sampelnya! (Sumber BSE)
Penyelesaian:
Populasinya adalah seluruh jenis roti yang dibuat oleh pabrik tersebut, sedangkan sampelnya adalah roti yang diambil oleh pegawai yang diperlihatkan kepada pembeli roti.
Contoh Soal 2
Pak Nana mempunyai kolam ikan yang di dalamnya terdapat 50 ekor ikan Mas dan 100 ekor ikan Mujair. Amir putra pak Nana mengambil 1 ekor ikan Mas dan 1 ekor ikan Mujair kemudian ditunjukkan pada temannya. Tentukan populasi dan sampelnya. (Sumber BSE)
Penyelesaian:
Populasinya adalah seluruh ikan yang dimiliki oleh Pak Nana, yaitu 50 ekor ikan mas dan 100 ekor ikan mujair. Sedangkan sampelnya adalah ikan yang diambil oleh pak Nana yang kemudian ditunjukan pada temannya, yaitu satu ekor ikan mas dan satu ekor ikan mujair.
Contoh Soal 3
Pak Ahmad mempunyai kebun bunga. Di dalam kebun bunga pak Ahmad terdapat bunga mawar, bunga melati, dan bunga matahari. Pak Ahmad memetik dua bunga mawar, dua bunga melati, dan dua bunga matahari. Selanjutnya bunga yang telah dipetik itu ditunjukkan kepada para pembeli bunga. Tentukan populasi dan sampelnya! (Sumber BSE)
Penyelesaian:
Populasinya adalah seluruh bunga yang ada di kebun Pak Ahmad. Sedangkan sampelnya adalah bunga yang dipetik dan ditunjukan kepada pembeli bunga.
  •  Jenis, Pengumpulan, dan Pemeriksaan Data

Pernahkah Anda melihat orang yang diwawancari di TV atau ditempat lain? Wawancara merupakan salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mengumpulkan informasi atau data. Sebelumya Mafia Online sudah membahas tentang pengertian data. Sedangkan pada postingan ini Mafia Online masih membahas mengenai data yaitu jenis-jenis data, cara pengumpulan data dan pemeriksaan data. 
Wawancara untuk mengumpulkan data
Sumber:
tipswawancarakerja.com
Jenis-jenis data menurut sifatnya dibagi menjadi dua golongan yakni data kuantitatif dan data kualitatif. 1) Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau bilangan. Data kuantitatif juga terbagi atas dua bagian, yaitu data cacahan dan data ukuran. Dimana data cacahan (data diskrit) adalah data yang diperoleh dengan cara menghitung. Misalnya, data jumlah anak dalam keluarga, sedangkan data ukuran (data kontinu) adalah data yang diperoleh dengan cara mengukur. Misalnya, data tinggi badan siswa. 2) Data kualitatif adalah data yang tidak berbentuk angka atau bilangan. Misalnya, data warna dan mutu barang.
Dalam sebuah penelitian atau percobaan kita perlu mengumpulkan data. Ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengumpulkan data, antara lain wawancara, pengisian lembar pertanyaan (questionnaire), pengamatan (observation), dan mengolah atau menggunakan data yang sudah ada.
Dalam proses pengumpulan data seringkali data yang dikumpulkan berupa bilangan desimal. Sesuai ketelitian yang dikehendaki, bilangan tersebut dapat dibulatkan. Aturan pembulatannya adalah sebagai berikut.
Jika angka yang mengalami pembulatan lebih dari atau sama dengan 5, angka yang di depannya ditambah satu dan jika angka yang mengalami pembulatan kurang dari 5, angka tersebut dihilangkan
Misalnya, diketahui hasil pengukuran kadar asam cuka pada suatu larutan sebesar 0,36205. Angka tersebut jika dibulatkan sampai dengan empat angka di belakang koma menjadi 0,3621, sedangkan jika dibulatkan sampai dengan dua angka di belakang koma menjadi 0,36.
Setelah data terkumpul maka kita harus memeriksa data itu kembali. Misalkan, seorang guru mencatat hasil ulangan matematika seluruh siswanya. Sebelum mencari nilai rata-ratanya, ia perlu memeriksa untuk memastikan data yang diperolehnya tidak salah catat. Ia juga perlu memeriksa apakah ada nilai-nilai yang harus dibulatkan atau tidak. Kesalahan pencatatan dan pembulatan data ini akan menyebabkan nilai rata-rata ulangan matematika di kelas tersebut tidak sesuai dengan data yang sebenarnya.
  •  Penyajian Data Dalam Bentuk Tabel

Pernahkah Anda melakukan pemilihan ketua kelas? Pemilihan ketua kelas dapat dilakukan secara musyawarah untuk mufakat. Jika musyawarah untuk mufakat mengalami kendala (tidak menghasilkan kesepakatan) maka langkah yang harus ditempuh adalah dengan melakukan voting. Setelah dilakukan pemungutan suara (voting), harus menghitung jumlah suara yang diperoleh tiap-tiap calon ketua kelas. Untuk memudahkan menentukan siapa yang menjadi pemenangnya, kita harus memasukan jumlah suara tersebut ke dalam sebuah tabel seperti gambar di bawah ini. 
Hasil perhitungan yang dimasukan ke dalam tabel seperti gambar di atas merupakan salah satu contoh penyajian data statistik. Ada berapa jenis bentuk-bentuk penyajian data statistik?
Penyajian data statistik dibedakan menjadi dua yaitu penyajian data dalam bentuk tabel dan penyajian data dalam bentuk diagram. Pada psotingan ini Mafia Online hanya akan membahas tentang penyajian data dalam bentuk tabel, sedangkan peyajian data dalam bentuk diagram akan di bahas pada postingan berikutnya.
Untuk penyajian data dalam bentuk tabel silahkan perhatikan ilustrasi di bawah ini. Hasil ulangan blok matematika kelas IX A semester ganjil disajikan ke dalam Tabel 1 di bawah ini.
Dapatkah Anda tentukan berapa nilai yang diperoleh Janu berdasarkan Tabel 1? Untuk mengetahui berapa nilai ulangan yang diperoleh Janu, Anda harus membaca data pada Tabel 1 tersebut satu per satu (karena datanya disusun secara acak). Untuk data pada Tabel 1 di atas yang terdiri dari 30 datum, Anda masih dapat mencarinya dengan mudah walaupun memerlukan waktu yang cukup lama. Akan tetapi, bagaimana jika data yang ada terdiri atas 1.000 datum? Puyeng ya?
Nah untuk memudahkan mencari datum dari suatu data yang memiliki lebih dari 1.000 datum, data tersebut harus disusun sesuai alfabet. Jika data pada di atas disajikan sesuai nama siswa yang disusun secara alfabet maka akan tampak seperti Tabel 2 di bawah ini. 
Dengan melihat Tabel 2 di atas, Anda dengan mudah dapat menentukan nilai ulangan Matematika yang diperoleh Janu, yaitu 5. Bagaimana caranya mengetahui berapa orang yang mendapatkan nilai 5?
Untuk mengetahui berapa orang yang memperoleh nilai 5, Anda harus menyajikan data tersebut dengan mencatat banyak nilai tertentu (frekuensi) yang muncul, seperti diperlihatkan pada Tabel 3 di bawah ini. 

Dengan melihat Tabel 3 di atas maka Anda dapat menentukan banyak siswa yang mendapat nilai 5 dengan sekali pandang, yaitu 6 orang. Ketiga cara penyajian data pada Tabel 1, Tabel 2, dan Tabel 3 di atas dinamakan penyajian data sederhana.
Jika data hasil ulangan Matematika itu disajikan dengan cara mengelompokkan data nilai siswa, diperoleh tabel frekuensi data berkelompok seperti tabel di bawah ini.
Tabel seperti di atas ini dinamakan tabel distribusi frekuensi. Bagaimana cara membuat tabel distribusi frekuensi yang baik dari suatu data statistik? Silahkan baca "cara membuat tabel distribusi frekuensi". Tabel distribusi frekunesi sering digunakan untuk mengitung hasil pemilihan ketua kelas, ketua osis, pemilihan umum anggota legislatif dan pemilihan umum presiden dan wakil presiden.
  •  Penyajian Data Dalam Bentuk Diagram
Jenis-jenis atau bentuk-bentuk diagram yakni diagram batang (histogram), diagram garis, Diagram gambar (piktogram), dan diagram lingkaran. Sekarang Mafia Online akan membahas satu per satu bentuk-bentuk diagram tersebut.
Diagram Batang atau Histogram
Diagram batang atau histogram merupakan salah satu jenis bentuk diagram yang digunakan untuk penyajian data. Disebut diagram batang karena terdiri dari beberapa batang yang disusun secara vertikal atau horisontal. Untuk menggambar diagram batang diperlukan dua sumbu yaitu sumbu mendatar (horizontal) dan sumbu tegak (vertikal) yang saling berpotongan secara tegak lurus.
Sumbu mendatar digunakan untuk menunjukan jenis kategori, misalnya tingkat sekolah (SD, SMP, SMA, SMK). Sedangkan sumbu tegak digunakan untuk menunjukan jumlah frekuensi, misalnya jumlah siswa SD, jumlah siswa SMP,  jumlah siswa SMA, dan jumlah siswa SMK. Berikut contoh gambar diagram batang seperti gambar di bawah ini.
Sekarang perhatikan gambar di atas. Pada sumbu mendatar (horizintal) dibagi menjadi beberapa bagian untuk menunjukkan kategori tingkat sekolah (SD, SMP, SMA dan SMK). Demikian juga pada sumbu tegaknya dibagi menjadi beberapa bagian untuk menunjukkan banyak siswa (SD, SMP, SMA dan SMK) pada setiap kategori tingkat sekolah. Skala pada sumbu mendatar dan sumbu tegak tidak perlu sama.
Sekarang perhatikan kembali gambar diagram batang di atas. Pada gambar diagram batang di atas menunjukkan data banyak siswa tingkat SD, SMP, SMA, dan SMK di suatu daerah. Jika diagram batang tersebut diubah menjadi bentuk tabel akan tampak seperti gambar di bawah ini. 
Diagram Garis
Diagram garis biasanya digunakan untuk menggambarkan keadaan yang berkesinambungan. Masih ingatkah Anda dengan materi gerak, baik itu gerak lurus beraturan (GLB) maupun gerak lurus berubah beraturan (GLBB) pada pelajaran fisika? Pada materi gerak Anda akan mengenal isitilah grafik jarak terhadap waktu, grafik kecepatan terhadap waktu, dan lain sebagainya.
Grafik atau diagram garis juga memerlukan sistem sumbu datar dan sumbu tegak yang saling berpotongan tegak lurus. Pada umumnya, sumbu datar menunjukkan waktu, sedangkan sumbu tegak menunjukkan data yang berubah menurut waktu. Untuk contoh diagram garis silahkan perhatikan gambar diagram garis di bawah ini.
Pada gambar di atas merupakan contoh diagram garis hubungan antara kecepatan suatu benda terhadap waktunya. Pada awalnya (titik A) benda tersebut diam (kecepatan nol) kemudian pada detik ke-3 kecepatan benda menjadi 2 m/s (titik B) sampai detik ke 7 juga kecepatannya sama yaitu 2 m/s (titik C) dan pada detik ke 9 kecepatan benda menjadi 5 m/s (titik D).
Diagram Gambar atau Piktogram
Menurut wikipedia, piktogram adalah suatu ideogram yang menyampaikan suatu makna melalui penampakan gambar yang menyerupai atau meniru keadaan fisik objek yang sebenarnya. Berikut di bawah ini merupakan contoh gambar piktogram.
Piktogram ini bisa digunakan untuk menyajikan suatu data statistik yang sering disebut sebagai diagram gambar. Jadi, diagram gambar atau piktogram adalah bagan yang menampilkan data dalam bentuk gambar. Menyajikan data dalam bentuk piktogram merupakan cara yang paling sederhana.
Misalkan di suatu daerah tercatat data banyak penduduk suatu desa maka banyak penduduk tersebut dapat ditampilkan dalam bentuk gambar orang. Misalnya, satu gambar orang melambangkan 1.000 orang. Jika di daerah itu terdapat 500 orang, data tersebut ditampilkan sebagai setengah gambar orang. Untuk contoh diagram gambar atau piktogram silahkan perhatikan contoh soal di bawah ini.
Contoh Soal 1
Banyak penduduk di Kecamatan Mafia tiap desa pada tahun 2014 adalah sebagai berikut. Desa Pintar sebanyak 8.000 orang, Desa Maju sebanyak 7.500 orang, Desa Cerdas sebanyak 5.000 orang, dan Desa Semangat sebanyak 2.500 orang. Gambarlah piktogram dari data tersebut.
Penyelesaian:
Misalkan, satu gambar orang mewakili 1.000 orang penduduk maka piktogram dari data tersebut tampak seperti gambar di bawah ini.
Walaupun dikatakan sederhana, penyajian data dalam bentuk diagram gambar atau piktogram masih memiliki kekurangan yaitu sulitnya membedakan setengah gambar dengan dua pertiga gambar. Oleh karena itu, penggunaan piktogram sangat terbatas.
Diagram Lingkaran
Diagram lingkaran merupakan salah satu penyajian data statistik yang berbentuk lingkaran. Biasanya diagram lingkaran dinyatakan dalam bentuk derajat atau persentase. Berikut contoh diagram lingkaran yang dinyatakan dalam bentuk persentase seperti gambar di bawah ini.
Langkah-langkah membuat diagram lingkaran yakni: membuat sebuah lingkaran pada kertas kemudian membagi lingkaran tersebut menjadi beberapa juring lingkaran untuk menggambarkan kategori yang datanya telah diubah ke dalam derajat atau persentase. Untuk lebih jelasnya, pelajarilah contoh berikut.
Contoh Soal 2
Banyak penduduk di Dusun Mafia menurut tingkat sekolah pada tahun 2014 adalah sebagai berikut. SD sebanyak 160 siswa, SMP sebanyak 120 siswa, SMA sebanyak 80 siswa, dan SMK sebanyak 40 siswa. Gambarlah diagram lingkaran dari data tersebut.
Penyelesaian:
Untuk memudahkan menjawab soal tersebut Anda harus mencari perbandingan banyak banyak siswa SD, SMP, SMA, dan SMK, yakni:
SD : SMP : SMA : SMK = 160 : 120 : 80 : 40
SD : SMP : SMA : SMK = 4 : 3 : 2 : 1.
Jumlah semua perbandingan = 4 + 3 + 2 + 1 = 10.
Ukuran besar sudut pusat juring dari setiap kategori yakni sebagai berikut:
SD     = (4/10) . 360° = 144°
SMP = (3/10) . 360° = 72°
SMA = (2/10) . 360° = 50°
SMK = (1/10) . 360° = 36°
Jika ingin menyatan kedalam bentuk persentase dari setiap kategori, caranya sebagai berikut.
SD     = (4/10) . 100% = 40%
SMP = (3/10) . 100% = 30%
SMA = (2/10) . 100% = 20%
SMK = (1/10) . 100% = 10%
Berikut di bawah ini gambar diagram lingkaran dari data di atas.
  •  Mean (Rataan)

Salah satu ukuran pemusatan data adalah mean atau rataan. Mean (rataan) suatu data adalah jumlah seluruh datum dibagi oleh banyaknya datum. Mean dilambangkan dengan huruf kecil dengan garis diatasnya. Karena Mafia Online kesulitan membuat huruf kecil dengan garis di atasnya, maka untuk lambang mean (rataan) Mafia Online gunakan lambang Ẍ (huruf x kapital dengan dua titik di atasnya).
Jika suatu data terdiri atas n datum, yaitu x1, x2, ... xn, mean dari data tersebut dirumuskan sebagai berikut.
Untuk jumlah datum biasanya ditulis dengan lambang ∑ (dibaca sigma), maka mean dapat dirumuskan dengan notasi:
Ẍ = ∑X /n
dengan:
Ẍ       = rata-rata (mean)
∑X    = jumlah datum
n       = banyak datum
Untuk memantapkan pemahaman Anda tentang cara menghitung mean atau rataan dari suatu data silahkan perhatikan beberapa contoh soal di bawah ini.
Contoh Soal 1
Nilai delapan kali ulangan matematika Elsa Andina adalah 8, 8, 6, 7, 6, 7, 9, 9. Tentukan nilai rata-rata dari Elsa Andina tersebut.
Penyelesaian:
Ẍ = jumlah datum/banyak datum
Ẍ = (8 + 8 + 6 + 7 + 6 + 7 + 9 + 9)/8
Ẍ = 60/8
Ẍ = 7,5
Jadi nilai rata-rata dari Elsa Andina tersebut adalah 7,5
Contoh Soal 2
Rata-rata tinggi badan 15 anak adalah 152 cm. Jika tinggi badan Indra dimasukkan ke dalam perhitungan tersebut, rata-ratanya menjadi 152,5 cm. Tentukan tinggi badan Indra!
Penyelesaian:
Misalkan tinggi badan Indara = X1
Ẍ15 = 152
N15 = 15
Ẍ16 = 152,5
Ẍ15     = ∑X15 /n15
∑X15 = Ẍ15 . n15
∑X15 = 152 . 15
∑X15 = 2280
Ẍ16    = (∑X15 + X1)/(n15 + n1)
152,5 = (2280+ X1)/(15 + 1)
152,5 = (2280+ X1)/16
152,5 . 16 = 2280+ X1
2440 = 2280+ X1
∑X1 = 2440 – 2280
∑X1 = 160
Jadi, tinggi badan Indra adalah 160 cm.
Contoh Soal 3
Waktu rata-rata hasil tes lari 100 m dari 45 siswa adalah 15 sekon. Jika seorang siswa terlambat mengikuti tes tersebut dan ketika dites waktu yang tercatat 12 sekon, berapakah waktu rata-rata dari 46 siswa tersebut?
Penyelesaian:
Misalkan seorang siswa yang terlambat = X1
Ẍ45 = 15
n45 = 45
X1 = 12
Ẍ45 = ∑X45 /n45
∑X45 = Ẍ45 . n45
∑X45 = 15 . 45
∑X45 = 675
Ẍ46 = (∑X45 + X1)/(n45 + n1)
Ẍ46 = (675+ 12)/(45 + 1)
Ẍ46 = 687/46
Ẍ46 = 14,9
Jadi waktu rata-rata dari 46 siswa tersebut adalah 14,9 sekon.



Contoh soal di atas merupakan cara menghitung mean atau rataan dalam bentuk datum-datum. Bagaimana cara menghitung mean atau rataan yang datanya disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi seperti gambar di bawah ini?

Misalkan suatu data terdiri atas n datum, yaitu x1, x2, ... xi, dan memiliki frekuensi f1, f2, ..., fi seperti yang disajikan pada tabel distribusi frekuensi di atas. Maka, mean dari data tersebut dinyatakan oleh rumus sebagai berikut.
 

Untuk menatapkan pemahaman Anda tentang cara menghitung mean dari suatu data jika berbentuk tabel distribusi frekuensi silahkan simak contoh soaldi bawah ini.
Contoh Soal 4
Hasil pengukuran berat badan 10 siswa SMP disajikan di dalam tabel distribusi frekuensi seperti pada gambar di bawah ini.


Tentukan mean dari data tersebut.

Penyelesaian:
Ẍ = (f1. x1 + f2. x2 + f3. x3 + f4. x4)/(f1 + f2 + f3 + f4)
Ẍ = (42.2 + 43.3 + 44.1 + 45.4)/(2 + 3 + 1 + 4)
Ẍ = (84 + 129 + 44 + 180)/10
Ẍ = 437/10
Ẍ = 43,7
Jadi, mean dari data tersebut adalah 43,7 kg
  •  Median Suatu Data
Sama halnya seperti mean dan modus, median juga merupakan ukuran pemusatan data yang digunakan untuk menganalisis data. Median adalah nilai tengah dari data yang telah diurutkan dari datum terkecil ke datum terbesar. “Jika banyak datum ganjil, mediannya adalah datum yang tepat berada di tengah data setelah diurutkan. Datum ini tepat membagi data menjadi dua kelompok datum yang sama banyak. Jika banyak datum genap, mediannya adalah mean atau rata-rata dari dua datum yang terletak di tengah setelah data tersebut diurutkan”. Median biasanya dinotasikan dengan Me. Bagaimana mencari median suatu data jika data tersebut memiliki datum yang sangat banyak?
Untuk mencari median suatu data dengan datum yang sangat banyak dapat digunakan rumus. Rumus untuk mencari median ada dua yakni median ganjil dan median genap.
Median Ganjil
Median ganjil maksudnya median dari data yang jumlah datumnya ganjil. Untuk mencari median yang datanya memiliki datum ganjil terlebih dahulu urutkan data tersebut dari datum terkecil ke datum terbesar kemudian posisi atau letak datum yang kena median dapat dicari dengan rumus:
D = (jumlah datum/2) + 0,5
dimana D merupakan datum yang kena median
Untuk memantapkan pemahaman Anda tentang rumus tersebut silahkan simak contoh soal di bawah ini.
Contoh Soal 1
Tentukan median dari data berikut: 6, 4, 8, 9, 3, 8, 5, 9, 7, 8, 9, 1, 6, 4, 5, 6, 2, 6, 3, 7, 8, 9, 1, 2, 3, 4, 7, 8, 3.
Penyelesaian:
Ingat urutkan terlebih dahulu datanya,maka:
1, 1, 2, 2, 3, 3, 3, 3, 4, 4, 4, 5, 5, 6, 6, 6, 6, 7, 7, 7, 8, 8, 8, 8, 8, 9, 9, 9, 9
Jumlah datunya ada 29, maka datum yang kena median adalah:
D = (jumlah datum/2) + 0,5
D = (29/2) + 0,5
D = 14,5 + 0,5
D = 15
Jadi mediannya ada di datum ke-15 yaitu 6.
Contoh Soal 2
Perhatikan tabel distribusi frekuensi di bawah ini.
Tentukan median dari data pada tabel di atas!
Penyelesaian:
Jumlah datunya ada 25, maka datum yang kena median adalah:
D = (jumlah datum/2) + 0,5
D = (25/2) + 0,5
D = 12,5 + 0,5
D = 13
Jadi mediannya ada di datum ke-13 yaitu 7.
Median Genap
Median genap maksudnya median dari suatu data yang jumlah datumnya genap. Sama seperti mencari median ganjil, pada median genap datanya harus diurutkan terlebih dahulu. Karena datumnya genap maka mediannya ada diantara dua datum ditengah-tengah data. Harus dicari terlebih dahulu posisi kedua datum tersebut, yakni Dn dan Dn + 1.
D1 = jumlah datum/2
dan
D2 = Dn + 1
Kemudian untuk mencari mediannya dapat menggunakan rumus:
Me = (nilai D1 + nilai D2)/2
Dimana:
Me    = nilai median
D1      = posisi datum pertama yang kena median
D2     = posisi datum kedua yang kenamedian
Untuk memantapkan pemahaman Anda tentang rumus tersebut yang agak ribet sedikit, silahkan simak contoh soal di bawah ini.
Contoh Soal 3
Tentukan median dari data berikut ini: 71, 74, 70, 72, 69, 80, 76, 81, 71, 68, 75, 73.
Penyelesaian:
Urutkan dahulu data tersebut dari datum terkecil ke datum terbesar sehingga diperoleh bagan berikut:
68, 69, 70, 71, 71, 72, 73, 74, 75, 76, 80, 81
Jumlah datunya ada 12, maka posisi datum yang kena median adalah:
D1 = jumlah datum/2
D1 = 12/2
D1 = 6
dan
D2 = Dn + 1
D2 = 6 + 1
D2 = 7
Jadi posisi median ada di tengah-tengah datum ke-6 dan ke-7 yaitu 72 dan 73. Nilai mediannya dapat dicari dengan menggunkan rumus:
Me = (nilai D1 + nilai D2)/2
Me = (72 + 73)/2
Me = 72,5
Jadi mediannya adalah 72,5.
Contoh Soal 4
Perhatikan tabel distribusi frekuensi di bawah ini.
Tentukan median dari data pada tabel di atas!
Penyelesaian:
Jumlah datunya ada 32, maka posisi datum yang kena median adalah:
D1 = jumlah datum/2
D1 = 32/2
D1 = 16
dan
D2 = Dn + 1
D2 = 16 + 1
D2 = 17
Jadi posisi median ada di tengah-tengah datum ke-16 dan ke-17 yaitu 7 dan 8. Nilai mediannya dapat dicari dengan menggunkan rumus:
Me = (nilai D1 + nilai D2)/2
Me = (7 + 8)/2
Me = 7,5
Jadi mediannya adalah 7,5
  •  Modus Suatu Data

Ukuran pemusatan data dibagi menjadi tiga yaitu mean (rataan), modus, dan median. Salah satu ukuran pemusatan data yaitu mean (rataan) sudah Mafia Online bahas pada postingan sebelumnya, silahkan baca “cara menghitung mean (rataan) suatu data”. Untuk pemusatan data yaitu modus akan dibahas pada postingan ini. Sedangkan untuk untuk pemusatan data lainnya yaitu median akan di bahas pada postingan berikutnya.
Datum-datum yang menyusun suatu data tentu bervariasi. Ada datum yang muncul hanya sekali. Ada juga datum yang muncul lebih dari sekali. Datum yang paling sering muncul dinamakan modus dan biasanya dinotasikan dengan Mo. Modus suatu data bisa satu, dua, tiga, atau lebih, bahkan tidak ada.
Untuk memantapkan pemahaman Anda tentang cara menentukan modus dari suatu data, silahkan perhatikan contoh soal di bawah ini.
Contoh Soal 1
Tentukan modus dari setiap data berikut.
1). 4, 6, 3, 7, 4, 6, 5, 7, 8, 6, 9, 6.
2). 12, 10, 8, 10, 9, 7, 8, 6, 5.
3). 6, 6, 5, 5, 7, 7, 8, 8, 9, 9, 4, 4, 10, 10, 3, 3, 2, 2.
Penyelesaian: 
  1. Datum yang paling sering muncul adalah 6, yaitu sebanyak empat kali. Jadi, modusnya adalah 6. 
  2. Datum yang paling sering muncul adalah 8 dan 10, yaitu sebanyak dua kali. Dengan demikian, modusnya ada dua, yaitu 8 dan 10. Data yang memiliki dua modus disebut bimodal. 
  3. Data ini tidak memiliki modus karena frekuensi setiap datumnya sama banyak
Contoh Soal 2
Sekarang perhatikan data yang terdiri dari 10 datum berikut in: 9, p, 6, 4, 3, 5, q, 5, 7, 4. Jika data tersebut memiliki mean 5,6 dan memiliki modus 5. Tentukan nilai p + q dan tentukan nilai p dan q.
Penyelesaian:
Untuk mencari nilai p + q, kita bisa menggunakan rumus mean, yakni:
Ẍ = jumlah datum/banyak datum
5,6 = (9 + p + 6 + 4 + 3 + 5 + q + 5 + 7 + 4)/8
5,6 = (43 + p + q)/10
56 = 43 + p + q
p + q = 56 – 43
p + q = 13
Sekarang abaikan p dan q, maka modus dari data itu adalah 4 dan 5. Diketahui modus data adalah 5 sehingga nilai p yang mungkin adalah 5.
Untuk p = 5 maka
p + q = 13
5 + q = 13
q = 8
Jadi, nilai p = 5 dan q = 8.
Contoh Soal 3
Perhatikan tabel distribusi frekuensi di bawah ini.
Jika data pada tabel di atas memiliki rata-rata 7,1. Tentukan modus dari data tersebut.
Penyelesaian:
Sebelum menentukan modus dari data tersebut, harus mengetahui nilai p terlebih dahulu.
∑xnfn = f1. x1 + f2. x2 + f3. x3 + f4. x4 + f5. x5+ f6. x6
∑xnfn = 5.5 + 6.10 + 7.9 + 8.p + 9.4 + 10.2
∑xnfn = 25 + 60 + 63 + 8p + 36 + 20
∑xnfn = 204 + 8p
∑fn = f1 + f2 + f3 + f4 + f5 + f6
∑fn = 5 + 10 + 9 + p + 4 + 2
∑fn = 30 + p
maka:
Ẍ = ∑xnfn/∑fn
Ẍ = (204 + 8p)/(30 + p)
7,1 = (204 + 8p)/(30 + p)
7,1 . (30 + p) = 204 + 8p
213 + 7,1p = 204 + 8p
213 – 204 = 8p – 7,1p
9 = 0,9p
p = 9/0,9
p = 10
Datum yang memiliki frekuensi terbanyak adalah 6 dan 8 dengan fekuensi 10. Jadi, modus dari data di atas adalah 6 dan 8.
  •  Jangkauan Suatu Data
 Apakah jangkauan suatu data? Jangkauan suatu data adalah selisih antara datum terbesar dan datum terkecil dan biasanya dilambangkan dengan J, yang dirumuskan sebagai berikut:
J = datum terbesar – datum terkecil
Untuk mengetahui jangkauan suatu data, terlebih dahulu harus mengurutkan datum-datum dari datum terkecil sampai datum terbesar pada data tersebut terlebih dahulu. Misalnya, diketahui data tinggi badan 8 siswa sebagai berikut: 150 cm, 155 cm, 160 cm, 157 cm, 158 cm, 160 cm, 155 cm, dan 150 cm. Jika data tersebut diurutkan akan tampak seperti berikut: 150, 150, 155, 155, 157, 158, 160, 160.
Dari data tinggi badan 8 siswa tersebut datum terkecil yaitu 150 dan datum terbesar yaitu 160m, maka jangkauan data tersebut adalah 160 – 150 = 10. Jangkauan diperlukan untuk mengetahui tersebar atau terkumpulnya suatu data.
Untuk memantapkan pemahaman Anda tentang cara menentukan jangkauan suatu data, perhatikan contoh soal di bawah ini.
Contoh Soal 1
Tekanan darah seorang pasien (dinyatakan dalam mmHg) rumah sakit dicatat sehingga diperoleh data berikut.
180   160   175    150    176    130
174    125    178    126    180   124
180   120   165    120   166    120
Tentukan jangkauannya.
Penyelesaian:
Dari data tersebut kita akan melihat bahwa datum terbesar yaitu 180 dan datum terkecil yaitu 120.
J = datum terbesar – datum terkecil
J = 180 – 120
J = 60
Jadi, jangkauan data tersebut adalah 60.
Contoh Soal 2
Suatu data memiliki mean 16 dan jangkauan 6. Jika setiap nilai di dalam data tersebut dikalikan q, kemudian dikurangi p maka diperoleh data baru dengan mean 20 dan jangkauan 9. Tentukan nilai dari 2p + q.
Penyelesaian:
Untuk menjawab soal ini Anda harus paham dengan konsep mean (rataan). Data mula-mula adalah x1, x2, x3, ..., xn dengan mean Ẍ1 = 16 dan J = 6 sehingga:
J = xn – x1
6 = xn – x1 . . . . . . . (*)
Data baru adalah qx1 – p, qx2 – p, qx3 – p, ..., qxn – p dan dengan J = 9
Sehingga:
J = (qxn – p) – (qx1 – p)
9 = q(xn – x1) . . . . (**)
Substitusikan persamaan (*) ke (**), diperoleh:
9 = q(xn – x1)
9 = q.6
q = 9/6
q = 3/2
q = 1,5
Data baru dengan mean 20 (Ẍ2 = 20), maka:
Ẍ2 = qẌ1 – p
20 = 1,5 . 16 – p
20 = 24 – p
p = 24 – 20
p = 4
2p + q = 2(4) + 1,5
2p + q = 8 + 1,5
2p + q = 9,5
Jadi, nilai dari 2p + q adalah 9,5

 4.Peluang

  •  Pengertian Kejadian Acak

Pernahkah kamu memperhatikan sekumpulan ibu-ibu yang sedang melakukan arisan? Arisan merupakan kegiatan untuk mengumpulkan uang secara teratur pada tiap-tiap periode tertentu (biasanya setiap bulan). Setelah uang terkumpul, salah satu dari anggota kelompok akan keluar sebagai pemenang dengan cara melakukan pengundian.
Cara melakukan pengundian sebagai berikut. Pertama, masing-masing peserta yang ikut arisan menulis namanya pada secarik kertas kemudian di gulung. Kedua, kertas yang digulung tersebut dimasukan ke dalam toples atau gelas dan mengocoknya. Ketiga, salah satu peserta arisan mengambil kertas yang di dalam toples atau gelas dengan mata tertutup atau dengan tidak melihat secara langsung. Pemenang arisan adalah nama yang tertulis di kertas.
Berdasarkan uraian di atas bahwa nama pemenang yang akan keluar dalam arisan tersebut tidak dapat diprediksikan. Kegiatan pengundian pada saat arisan merupakan salah satu contoh kejadian acak.
Contoh kejadian acak selain kegiatan arisan adalah kegiatan pengundian koin kick off pada pertandingan sepak bola yang dilakukan oleh wasit. Di mana wasit mengundi koin untuk menentukan tim yang lebih dahulu menendang bola pada saat akan di mulai pertandingan. Pada saat pelemparan koin kejadian yang menjadi perhatian adalah munculnya sisi angka atau gambar. Tentu saja wasit tidak tahu pasti sisi uang logam yang akan muncul. Wasit hanya mengetahui bahwa hasil yang mungkin muncul adalah sisi angka atau sisi gambar. Tentu saja, kedua sisi ini tidak mung kin muncul bersamaan. Kejadian munculnya sisi angka atau sisi gambar pada saat wasit melakukan pelemparan koin tidak dapat dipastikan, sehingga dinamakan kejadian acak
Pengertian Kejadian Acak
Contoh kejadian acak pada saat pengundian kick off

Berdasarkan dua contoh di atas maka "Suatu kejadian disebut acak jika terjadinya kejadian itu tidak dapat diketahui dengan pasti sebelumnya".
  •  Pengertian Kejadian Sederhana

Pernahkah Anda melihat kartu remi (bridge)? Pada seperangkat kartu remi berjumlah 52 buah kartu yang terdiri atas 13 buah kartu merah bergambar hati (heart), 13 kartu merah bergambar wajik (diamond), 13 kartu hitam bergambar sekop (spade), dan 13 kartu hitam bergambar keriting (club). Gambar di bawah ini merupakan contoh gambar kartu remi.
Misalkan, sebuah kartu diambil secara acak dari seperangkat kartu remi tersebut. Andaikan kartu yang terambil bergambar hati (heart), kejadian muncul kartu bergambar hati pada pengambilan tersebut dinamakan kejadian sederhana karena munculnya kartu bergambar hati pasti merah. Berbeda jika kartu terambil berwarna merah. Kejadian munculnya kartu berwarna merah dinamakan kejadian bukan sederhana karena munculnya kartu berwarna merah belum tentu bergambar hati, tetapi mungkin bergambar wajik.
Contoh lain, misalnya pada saat pelemparan sebuah dadu pada permainan monopoli dan ular tangga. Dadu memiliki bentuk seperti kubus, sehingga pada dadu memiliki enam buah sisi. Setiap sisi pada dadu memiliki noktah yang mewakili bilangan 1 sampai 6. Gambar di bawah ini merupakan contoh gambar sebuah dadu.
Pada saat pelemparan sebuah dadu pada permainan monopoli atau ular tangga, sisi yang muncul adalah 5. Kejadian muncul sisi bernoktah 5 pada dadu pada saat pelemparan merupakan kejadian sederhana karena munculnya noktah 5 pasti bilangan ganjil. Berbeda jika pada saat pelemparan dadu muncul noktah bilangan ganjil. Kejadian munculnya dadu bernoktah bilangan ganjil dinamakan kejadian bukan sederhana karena munculnya dadu bernoktah bilangan ganjil belum tentu bernoktah 5, tetapi mungkin bernoktah 1 atau 3.
  • Frekuensi Relatif dan Peluang Suatu Kejadian
 Dari kejadian sederhana ini kita akan menghitung frekuensi relatif. Apa pengertian frekuensi relatif? Untuk lebih mudah memahami tentang frekuensi relatif silahkan simak ilustrasi berikut. Budi memiliki sebuah uang koin yang akan digunakan untuk melakukan percobaan statistika. Budi melempar uang koin sebanyak 100 kali, ternyata muncul sisi angka sebanyak 56 kali. 
Uang koin
Perbandingan banyak kejadian munculnya angka dan banyak pelemparan adalah 56/100. Nilai ini dinamakan frekuensi relatif munculnya angka. Jadi, frekuensi relatif adalah perbandingan banyaknya kejadian yang diamati dengan banyaknya percobaan.
Jika sebuah dadu dilempar 30 kali dan muncul muka dadu bernomor 6 sebanyak lima kali, dapatkah Anda hitung berapakah frekuensi relatif munculnya muka dadu bernomor 6? Ya, jawabannya adalah 1/6.
Berdasarkan uraian tersebut menggambarkan rumus frekuensi relatif (fr) munculnya suatu kejadian (K) yang diamati dari n percobaan, dapat dirumuskan sebagai berikut:
fr = K/n
Untuk memantapkan pemahaman Anda tentang frekuensi relatif, silahkan simak contoh soal di bawah ini.
Contoh Soal 1
Pada pelemparan dadu sebanyak 100 kali, muncul muka dadu bernomor 6 sebanyak 16 kali. Tentukan frekuensi relatif munculnya muka dadu bernomor 6.
Penyelesaian:
n = 100
K = 16
fr = K/n
fr = 16/100
fr = 0,16
Jadi, frekuensi relatif munculnya muka dadu bernomor 6 adalah 0,16.
Oke, demikian pemaparan tentang pengertian frekuensi relatif suatu kejadian. Apakah hubungan antara frekuensi relatif dan peluang suatu kejadian?
Untuk memahami hubungan antara frekuensi relatif suatu kejadian dengan peluang suatu kejadian. Silahkan simak ilustrasi berikut. Budi dan teman-temannya kembali melakukan percobaan statistika dengan cara melemparkan uang koin untuk menentukan frekuensi relatif munculnya koin sisi angka, maka diperoleh tabel seperti di bawah ini.

Berdasarkan tabel hasil percobaan statistika yang dilakukan oleh Budi dan kawan-kawan menunjukan menunjukkan bahwa semakin banyak lemparan yang dilakukan maka frekuensi relatif kejadian munculnya sisi angka akan mendekati suatu bilangan tertentu, yaitu 0,5. Bilangan ini disebut peluang dari kejadian muncul sisi angka. Jadi, peluang suatu kejadian dapat dihitung melalui pendekatan frekuensi relatif.
Untuk memantapkan pemahaman Anda tentang frekuensi relatif suatu kejadian, berikut Mafia Online berikan contoh lain. Silahkan simak contoh soalnya di bawah ini.
Contoh Soal 2
Wawan melempar dadu sebanyak 200 kali. Hasilnya adalah muncul muka dadu sebagai berikut.
a. Bertitik 1 sebanyak 25 kali.
b. Bertitik 3 sebanyak 17 kali.
c. Bertitik 6 sebanyak 56 kali.
Tentukan frekuensi relatif kejadian munculnya mata dadu bertitik 1, 3, dan 6.
Penyelesaian:
n = 200
a) Jika yang muncul (K) bertitik 1 sebanyak 25 kali, maka:
fr = K/n
fr = 25/200
fr = 0,125
Jadi, frekuensi relatif munculnya muka dadu bertitik 1 adalah 0,125.
b) Jika yang muncul (K) bertitik 3 sebanyak 17 kali, maka:
fr = K/n
fr = 17/200
fr = 0,085
Jadi, frekuensi relatif munculnya muka dadu bertitik 3 adalah 0,085
c) Jika yang muncul (K) bertitik 6 sebanyak 65 kali, maka:
fr = K/n
fr = 65/200
fr = 0,325
Jadi, frekuensi relatif munculnya muka dadu bertitik 6 adalah 0,325.
  • Pengertian Titik Sampel dan Ruang Sampel Suatu Kejadian
    Pada pelemparan sekeping uang logam yang dilakukan oleh wasit pada saat kick off pertandingan sepak bola, sisi yang mungkin muncul adalah sisi angka (A) atau sisi gambar (G). Di mana peristiwa ini merupakan kejadian acak karena kita tidak tahu sisi mana yang akan muncul, tetapi akan ada dua kemungkinan yang muncul yaitu sisi angka (A) atau sisi gambar (G).
    Jika sisi yang mungkin muncul ini dinyatakan dengan himpunan, misalnya S, menjadi S = {A,G}. Kumpulan atau himpunan semua hasil yang mungkin muncul pada suatu percobaan disebut ruang sampel, dilambangkan dengan S. Adapun anggota-anggota dari S disebut titik sampel. Banyak anggota (titik sampel) suatu ruang sampel dinyatakan dengan n(S).
    Untuk memantapkan pemahaman Anda tentang pengertian titik sampel dan ruang sampel suatu kejadian, silahkan simak contoh soal di bawah ini.
    Contoh Soal
    Tentukan ruang sampel dan titik sampel dari pelemparan sebuah dadu.


    Penyelesaian:
    Kejadian yang mungkin dari pelemparan sebuah dadu adalah munculnya muka dadu bertitik 1, 2, 3, 4, 5, atau 6. Dengan demikian, S = {1, 2, 3, 4, 5, 6} dan titik sampelnya 1, 2, 3, 4, 5, dan 6.
    Berdasarkan pemaparan dan contoh soal di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ruang sampel adalah himpunan semua kejadian yang mungkin diperoleh dari suatu percobaan, sedangkan titik sampel adalah setiap anggota ruang sampel atau disebut juga kejadian yang mungkin. Bagaimana cara menentukan ruang sampel dari titik sampel?
  •    Menentukan Ruang Sampel Suatu Kejadian 
 Ada tiga cara yang bisa digunakan untuk menentukan ruang sampel dari titik sampel, yaitu dengan mendaftar, diagram pohon dan tabel. Berikut penjelasannya masing-masing cara tersebut.
Menentukan Ruang Sampel dengan Mendaftar
Untuk menentukan ruang sampel dengan cara mendaftar dapat diambil contoh pada pelemparan sebuah uang koin. Pada pelemparan uang koin kemungkinan muncul sisi angka (A) atau sisi gambar (G). Bagaimana jika melempar tiga uang koin sekaligus?
Pada pelemparan tiga uang koin sekaligus, misalkan muncul sisi angka (A) pada mata uang pertama, muncul sisi gambar (G) pada mata uang kedua, dan muncul sisi angka (A) pada mata uang ketiga. Kejadian ini dapat ditulis AGA. Kejadian lain yang mungkin dari pelemparan tiga uang koin sekaligus adalah AAA, AAG, GAA, AGG, GAG, GGA, atau GGG. Jika ruang sampelnya ditulis dengan cara mendaftar, maka diperoleh S = {AAA, AAG, AGA, GAA, AGG, GAG, GGA, GGG} sehingga diperoleh banyaknya ruang sampel adalah n(S) = 8.
Menentukan Ruang Sampel dengan Diagram Pohon
Cara lain yang dapat digunakan untuk menuliskan anggota ruang sampel adalah menggunakan diagram pohon. Diagram pohon adalah suatu diagram yang berbentuk pohon. Dalam hal ini diagram pohon digunakan untuk mempermudah kita dalam menghitung banyaknya ruang sampel dari suatu kejadian. Untuk contohnya dapat kita ambil pada contoh sebelumnya yaitu pada pelemparan tiga uang koin sekaligus.
Untuk pelemparan uang koin yang pertama, kejadian yang mungkin muncul adalah sisi angka (A) atau gambar (G). Diagramnya pohonnya dapat dilihat seperti gambar di bawah ini.
Untuk pelemparan uang koin yang kedua, kejadian yang mungkin adalah sama. Dengan menambahkan pada diagram pohon yang pertama, maka diagram pohon untuk pelemparan dua uang koin dapat dilihat seperti gambar di bawah ini.
Kejadian yang mungkin untuk mata uang ketiga juga sama. Dengan menambahkan pada diagram pohon yang kedua maka, diagram pohon kejadian untuk pelemparan tiga mata uang tampak pada gambar di bawah ini. 
Dari gambar di atas maka untuk pelemparan tiga uang koin sekaligus dapat ditentukan ruang sampelnya, yaitu S = {AAA, AAG, AGA, AGG, GAA, GAG, GGA, GGG} sehingga n(S) = 8. Bagaimana dengan pelemparan empat uang koin? Dapatkah Anda tentukan ruang sampelnya? Berapa banyak ruang sampelnya?
Menentukan Ruang Sampel dengan Tabel
Untuk menentukan ruang sampel dengan tabel, Mafia Online ambil contoh pada pelemparan dua buah dadu sekaligus. Pada percobaan melemparkan dua dadu sekaligus, misalnya pada dadu pertama muncul muka dadu bertitik 2 dan pada dadu yang kedua muncul muka dadu bertitik 3. Kejadian ini dapat dinyatakan sebagai pasangan berurutan, yaitu (2, 3).
Ruang sampel dari percobaan melempar dua dadu sekaligus dapat disusun dengan cara membuat tabel seperti berikut.
Pada tabel tersebut dapat dilihat terdapat 36 titik sampel sehingga n(S) = 36.
Untuk memantapkan pemahaman Anda tentang cara menentukan ruang sampel suatu kejadian, perhatikan contoh soal di bawah ini.
Contoh Soal
Tentukan ruang sampel dan banyaknya ruang sampel dari percobaan melempar empat keping uang koin sekaligus.
Penyelesaian:
Untuk mempermudah penentuan ruang sampel pelemparan empat keping uang koin sekaligus, dapat digunakan diagram pohon yakni seperti gambar di bawah ini.
Jadi, ruang sampel dari pelemparan tiga uang koin adalah S = {AAAA, AAAG, AAGA, AAGG, AGAA, AGAG, AGGA, AGGG, GAAA, GAAG, GAGA, GAGG, GGAA, GGAG, GGGA, GGGG} dan banyaknya ruang sampelnya adalah n(S) = 16.
  •  Rumus Peluang Suatu Kejadian
Untuk menghitung peluang suatu kejadian dapat dilakukan dengan dua cara yakni dengan pendekatan frekuensi relatif dan dengan rumus peluang. Kita ketahui bahwa untuk menghitung peluang suatu kejadian dengan pendekatan frekuensi relatif dapat dilakukan dengan cara membandingkan banyaknya kejadian yang diamati dengan banyaknya percobaan (silahkan baca frekuensi relatif dan peluang suatu kejadian). Bagaimana dengan cara menghitung peluang suatu kejadian dengan rumus?
Untuk menentukan peluang suatu kejadian dengan rumus silahkan simak penjelasan berikut. Pernahkah Anda main ular tangga atau monopoli? Dalam permainan ular tangga atau monopoli kita akan menggunakan benda yang berbentuk kubus yang namanya dadu. Dadu ini digunakan untuk menentukan langkah kita dalam permainan tersebut dengan cara melemparnya. Hasil pelemparan yang mungkin adalah muncul muka dadu bertitik 1, 2, 3, 4, 5, atau 6, sehingga ruang sampel dari dadu tersebut adalah S = {1, 2, 3, 4, 5, 6}. 
Misalkan, kita akan mencari berapa peluang kejadian munculnya muka dadu bernomor bilangan prima adalah K = {2, 3, 5} atau kejadian K dinotasikan dengan n(K), sehingga n(K) = 3. Peluang munculnya setiap titik sampel dalam ruang sampel S sama, yaitu 1/6. Dengan demikian, peluang munculnya muka dadu bernomor genap adalah sebagai berikut.
P(K) = 1/6 + 1/6 + 1/6
P(K) = 3/6
P(K) = ½
P(K) juga dapat diperoleh dengan cara berikut.
S = {1, 2, 3, 4, 5, 6} maka n(S) = 6.
K = {2, 4, 6} sehingga n(K) = 3.
P(K) = n(K)/n(S)
P(K) = 3/6
P(K) = ½
Jika setiap anggota ruang sampel S memiliki peluang muncul yang sama maka peluang kejadian K yang memiliki anggota sebanyak n(K) dapat dirumuskan sebagai berikut.
P(K) = n(K)/n(S)
Untuk memantapkan pemahaman Anda tentang menentukan peluang suatu kejadian dengan menggunakan rumus, perhatikan contoh soal di bawah ini.
Contoh Soal
Sebuah dadu dalam permainan ular tangga dilempar, hitunglah peluang munculnya muka dadu yang bertitik:
a. 2
b. kurang dari 4
c. 7
d. 1, 2, 3, 4, 5, atau 6
Penyelesaian:
Ruang sampel dalam dadu adalah S = {1, 2, 3, 4, 5, 6} maka n(S) = 6.
a. kejadian munculnya muka dadu berititk 2 adalah K maka:
K = {2}, n(K) = 1, maka:
P(K) = n(K)/n(S)
P(K) = 1/6
b. K merupakan kejadian munculnya muka dadu bertitik kurang dari 4 maka K = {1, 2, 3}, n(K) = 3, dan
P(K) = n(K)/n(S)
P(K) = 3/6
P(K) = ½
c. K merupakan kejadian munculnya muka dadu nomor 7 maka K = { }, n(K) = 0, dan
P(K) = n(K)/n(S)
P(K) = 0/6
P(K) = 0
d. K adalah kejadian munculnya muka dadu bernomor 1, 2, 3, 4, 5, atau 6 maka K = {1, 2, 3, 4, 5, 6} dan n(K) = 6 sehingga
P(K) = n(K)/n(S)
P(K) = 6/6
P(K) = 1
  •  Nilai Peluang Suatu Kejadian

Kita ketahui bahwa peluang suatu kejadian dapat dihitung dengan dua cara yaitu dengan pendekatan frekuensi relatif dan dengan rumus peluang. Bagaimana kisaran nilai peluang suatu kejadian? Apakah mungkin suatu kejadian memiliki peluang lebih dari satu? Apakah mungkin suatu kejadian memiliki peluang kurang dari nol?
Untuk mengetahui nilai peluang, silahkan simak penjelasan berikut ini. Misalkan Anda bermain permainan ular tangga, maka hasil pelemparan yang mungkin muncul adalah muka dadu bertitik 1, 2, 3, 4, 5, atau 6, sehingga ruang sampel dari dadu tersebut adalah S = {1, 2, 3, 4, 5, 6}.
Misalnya kita ingin mentahui nilai peluang munculnya muka dadu nomor 7 atau K = { } atau n(K) = 0, yakni:
P(K) = n(K)/n(S)
P(K) = 0/6
P(K) = 0
Jika nilai peluang suatu kejadian sama dengan nol, berarti kejadian tersebut mustahil atau tidak mungkin terjadi. Pada mata dadu hanya ada titik bertitik 1, 2, 3, 4, 5, dan 6, sehingga tidak mungkin pada muncul muka dadu bertitik 7.
Peluang munculnya muka dadu yang bertitik 2 atau K = {2} atau n(K) = 1 adalah:
P(K) = n(K)/n(S)
P(K) = 1/6
Peluang munculnya muka dadu bertitik kurang dari 4 atau K = {1, 2, 3} dan n(K) = 3 adalah:
P(K) = n(K)/n(S)
P(K) = 3/6
P(K) = ½
Peluang munculnya muka dadu bernomor 1, 2, 3, 4, 5, atau 6 maka K = {1, 2, 3, 4, 5, 6} dan n(K) = 6 sehingga:
P(K) = n(K)/n(S)
P(K) = 6/6
P(K) = 1
Jika peluang suatu kejadian sama dengan 1, berarti kejadian tersebut pasti terjadi.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka nilai-nilai peluang yang diperoleh berkisar antara 0 sampai dengan 1. Secara matematis, ditulis:
0 ≤ P(K) ≤ 1
dengan P(K) adalah peluang suatu kejadian K.
Jika L merupakan kejadian komplemen dari kejadian K maka peluang kejadian L adalah satu dikurangi peluang kejadian K. Secara matematis, ditulis:
P(L) = 1 P(K) atau P(L) + P(K) = 1
Misalnya, peluang Ayu dapat juara kelas adalah 0,8 maka peluang Ayu tidak dapat juara kelas adalah 1 − 0,8 = 0,2.
Untuk memantapkan pemahaman Anda tentang nilai peluang suatu kejadian, perhatikan contoh soal di bawah ini.
Contoh Soal
Sebuah kantong berisi 3 bola kuning (K), 5 bola hijau (H), dan 7 bola biru (B). Jika satu bola diambil secara acak dengan pengembalian, tentukan peluang terambilnya bola dengan warna
a. kuning,
b. hijau,
c. biru,
d. bukan kuning,
e. bukan biru.
Penyelesaian:
n(S) = 3 + 5 + 7 = 15, maka:
a. peluang terambilnya bola dengan warna kuning (K) di mana n(K) = 3, yakni:
P(K) = n(K)/n(S)
P(K) = 3/15
P(K) = 1/5
b. peluang terambilnya bola dengan warna hijau (H) di mana n(H) = 5, yakni:
P(H) = n(H)/n(S)
P(H) = 5/15
P(H) = 1/3
c. peluang terambilnya bola dengan warna biru (B) di mana n(B) = 7, yakni:
P(B) = n(B)/n(S)
P(B) = 7/15
P(B) = 7/5
d. peluang terambilnya bola dengan bukan warna kuning (BK) di mana P(K) = 1/5, yakni:
P(BK) = 1 − P(K)
P(BK) = 1 – 1/5
P(BK) = 5/5 – 1/5
P(BK) = 4/5
e. peluang terambilnya bola dengan bukan warna biru (BB) di mana P(B) = 7/15, yakni:
P(BB) = 1 − P(B)
P(BB) = 1 – 7/15
P(BB) = 15/15 – 7/15
P(BB) = 8/15
  •  Peluang Kejadian Majemuk
Kejadian majemuk adalah kejadian yang diperoleh dari kejadian-kejadian sederhana yang dihubungkan kata “dan” atau kata “atau”. Jadi peluang kejadian majemuk dibedakan menjadi dua yakni peluang kejadian saling lepas, peluang kejadian saling bebas, dan peluang kejadian yang tidak terpisah.

Peluang Kejadian Saling Lepas

Peluang kejadian saling lepas atau sering disebut sebagai peluang kejadian terpisah satu sama lain merupakan peluang suatu kejadian yang dapat dihubungkan dengan kata sambung “atau”. Sebagai contoh, misalkan kita diminta untuk menghitung peluang pengambilan kartu K (king) atau A (As) dari tumpukan kartu bridge. Kita ketahui bahwa dalam satu kartu tidak mungkin akan berlaku K dan A, maka kita katakan bahwa kejadian ini terpisah satu sama lain atau saling lepas atau saling asing dan kedua kejadian tidak mungkin terjadi pada waktu yang bersamaan.

Cara Menentukan Peluang Kejadian Majemuk
Kartu King dan As pada kartu bridge

Peluang dua kejadian yang terpisah satu sama lain ditentukan dengan menambahkan kedua peluang kejadian masing-masing dengan rumus:
P(K atau A) = P(K) + P(A)
Untuk memantapkan pemahaman Anda tentang peluang dua kejadian yang terpisah satu sama lain, silahkan simak contoh di bawah ini.
Contoh Soal 1
Dua dadu bermata enam dilempar bersama-sama satu kali. Peluang mucul mata dadu berjumlah 7 atau 10.
Penyelesaian:
Misalkan sampel untuk mata dadu yang berjumlah 7 adalah A dan sampel untuk mata dadu yang berjumlah 10 adalah B, maka:
A = {(1,6), (2,5), (3,4), (6,1), (5,2), (4,3)}
n(A) = 6
B = {(4,6), (5,5), (6,4)}
n(B) = 3
n(S) = 36
P(A) = n(A)/n(S)
P(A) = 6/36
P(B) = n(B)/n(S)
P(A) = 3/36
P(A atau B) = P(A) + P(B)
P(A atau B) = (6/36) + (3/36)
P(A atau B) = 9/36
P(A atau B) = ¼

Peluang Kejadian Saling Bebas

Peluang suatu kejadian saling bebas merupakan peluang suatu kejadian dimana hasil kejadian pertama tidak mempengaruhi hasil pada kejadian kedua. Misalnya kita memiliki dua buah kaleng kosong, dua buah permen rasa cokelat dan dua permen rasa jeruk. Kemudian kita masukan pada masing-masing kaleng dengan dua buah permen yang beda rasa (cokelat dan jeruk). Kemudian kita ambil permen yang ada di kaleng pertama dan kita juga mengambil permen pada kaleng kedua, maka pengambilan permen pada kaleng pertama tidak mempengaruhi pengambilan permen pada kaleng kedua. Nah, kejadian semacam ini disebut kejadian saling bebas sebab hasil kejadian pertama tidak mempengaruhi hasil pada kejadian kedua. Peluang dari dua kejadian bebas diperoleh dari hasil kali peluang kejadian pertama dan peluang kejadian kedua dan dirumuskan dengan:
P (A dan B) = P (A) × P (B)
Untuk memantapkan pemahaman Anda tentang peluang dua kejadian saling bebas, silahkan simak contoh di bawah ini.
Contoh Soal 2
Dua dadu bermata enam dilempar bersama-sama satu kali. Peluang mucul mata dadu berjumlah 7 dan 10.
Penyelesaian:
Misalkan sampel untuk mata dadu yang berjumlah 7 adalah A dan sampel untuk mata dadu yang berjumlah 10 adalah B, maka:
A = {(1,6), (2,5), (3,4), (6,1), (5,2), (4,3)}
n(A) = 6
B = {(4,6), (5,5), (6,4)}
n(B) = 3
n(S) = 36
P(A) = n(A)/n(S)
P(A) = 6/36
P(B) = n(B)/n(S)
P(A) = 3/36
P(A dan B) = P(A) × P(B)
P(A dan B) = (6/36) × (3/36)
P(A dan B) = 18/36
P(A dan B) = 18/1296P(A dan B) = 1/72

Peluang Kejadian yang Tidak Terpisah

Kejadian yang tidak terpisah dapat dikatakan sebagai hubungan peluang kejadian saling lepas dengan peluang kejadian saling bebas, karena terkadang kita melihat suatu kejadian-kejadian yang dihubungkan kata “atau” tetapi tidak bersifat terpisah satu sama lain. Sebagai contoh, Iwan ingin melihat bintang kejora di pagi hari, untuk bulan Oktober ada peluang langit akan mendung pada hari Senin dan juga ada peluang langit akan mendung pada hari Selasa. Iwan ingin mencari peluang langit akan mendung pada hari Selasa. Oleh karena langit dapat mendung pada hari Senin dan Selasa, maka mendungnya langit pada hari Senin dan Selasa bukan kejadian yang saling terpisah satu sama lain. Nah, kejadian tersebut dikenal sebagai kejadian yang tidak terpisah.
Untuk mencari peluang dari dua kejadian yang tidak terpisah satu sama lain diperoleh dengan menambahkan peluang kedua kejadian, kemudian menguranginya dengan peluang kejadian bersama yang dirumuskan sebagai berikut:
P (A atau B) = P (A) + P (B) - P (A dan B)
Untuk memantapkan pemahaman Anda tentang peluang dua kejadian yang tidak terpisah satu sama lain, silahkan simak contoh di bawah ini.
Contoh Soal 3
Jika peluang listrik padam hari Rabu adalah 10% dan peluang listrik padam hari Jumat adalah 15%, tentukan peluang listrik padam hari Rabu atau Jumat.
Penyelesaian:
Oleh karena dapat terjadi pemadaman listrik pada kedua hari, kejadian ini adalah kejadian yang tidak terpisah satu sama lain. Kejadian ini juga saling bebas, karena pemadaman listrik pada hari Rabu tidak mempengaruhi pemadaman listrik hari Jumat. Kita ketahui bahwa:
P(R) = 10% = 0,10
P(J) = 15% = 0,15.
P(R atau J) = P(R) + P(J) – P(R dan J)
P(R atau J) = 0,10 + 0,15 – (0,10)(0,15)
P(R atau J) = 0,25 – 0,015
P(R atau J) = 0,235
P(R atau J) = 23,5%
Jadi, peluang akan terjadi pemadaman listrik pada hari Rabu atau Jumat adalah 23,5%.
  •  Frekuensi Harapan Suatu Kejadian

Mungkin Anda pernah berbelanja di supermarket. Pada hari-hari tertentu (misalnya pada saat supermarket tersebut merayakan ulang tahun) biasanya mengadakan undian berhadiah. Setiap berbelanja dengan kelipatan tertentu akan mendapat sebuah kupon yang nantinya akan diundi. Kupon tersebut harus di isi nama, alamat tempat tinggal dan no hp yang bisa dihubungi.
Semakin banyak kupon undian berhadiah yang Anda kirimkan, harapan Anda untuk mendapatkan hadiah tersebut semakin besar. Harapan Anda untuk mendapatkan hadiah undian di dalam matematika disebut frekuensi harapan. Jadi, frekuensi harapan suatu kejadian adalah harapan banyaknya muncul suatu kejadian dari sejumlah percobaan yang dilakukan. Konsep frekuensi harapan sangat erat sekali kaitannya dengan konsep peluang. Oleh karena itu, Anda harus paham terlebih dahulu dengan konsep peluang khususnya tentang rumus mencari peluang suatu kejadian dan nilai peluang suatu kejadian. Frekuensi harapan biasanya dilambangkan dengan Fh. Secara matematis ditulis
Fh = P(K) . N
Dengan:
P(K)  = peluang kejadian K
N       = banyaknya percobaan
Untuk memantapkan pemahaman Anda tentang frekuensi harapan suatu kejadian, perhatikan contoh soal di bawah ini.
Contoh Soal 1
Diketahui bahwa peluang seorang penembak akan menembak tepat mengenai sasaran adalah 0,69. Di antara 100 orang penembak, (a) berapa orang yang diperkirakan menembak tepat mengenai sasaran? (b) Berapa orang yang diperkirakan menembak tidak tepat mengenai sasaran?

Penyelesaian:
Untuk mencari berapa orang yang diperkirakan menembak tepat mengenai sasaran, dapat digunakan rumus frekuensi harapan suatu kejadian. Di mana P(K) = 0,69 dan N = 100 orang, maka:
Fh = P(K) . N
Fh = 0,69 . 100 orang
Fh = 69 orang
Jadi, banyak orang yang diperkirakan menembak tepat mengenai sasaran adalah 69 orang.
Untuk mencari berapa orang yang diperkirakan menembak tidak tepat mengenai sasaran, kita harus mencari peluangnya terlebih dahulu. Misalkan L merupakan kejadian orang yang menembak tidak tepat mengenai sasaran, maka:
P(L) = 1 − P(K)
P(L) = 1 – 0,69
P(L) = 0,31
Banyak orang yang diperkirakan menembak tidak tepat mengenai sasaran dapat digunakan rumus frekuensi harapan yakni:
Fh = P(L) . N
Fh = 0,31 . 100 orang
Fh = 31 orang
Jadi, banyak orang yang diperkirakan menembak tidak tepat mengenai sasaran adalah 31 orang.
Contoh Soal 2
Wedra melemparkan sebuah dadu sebanyak 180 kali. Tentukan frekuensi harapan munculnya muka dadu bertitik:
a). ganjil,
b). genap,
c). lebih dari 3.
Penyelesaian:
N = 180 kali dan ruang sampel dari dadu tersebut adalah S = {1, 2, 3, 4, 5, 6} sehingga n(S) = 6, maka:
a). Peluang munculnya muka dadu yang bertitik ganjil atau K = {1, 3, 5} atau n(K) = 3 adalah:
P(K) = n(K)/n(S)
P(K) = 3/6
P(K) = ½
Frekuensi harapan munculnya muka dadu bertitik ganjil yakni:
Fh = P(K) . N
Fh = ½ . 180 kali
Fh = 90 kali
b). Peluang munculnya muka dadu yang bertitik genap atau K = {2, 4, 6} atau n(K) = 3 adalah:
P(K) = n(K)/n(S)
P(K) = 3/6
P(K) = ½
Frekuensi harapan munculnya muka dadu bertitik genap yakni:
Fh = P(K) . N
Fh = ½ . 180 kali
Fh = 90 kali
c). Peluang munculnya muka dadu yang bertitik lebih dari 3 atau K = {4, 5, 6} atau n(K) = 3 adalah:
P(K) = n(K)/n(S)
P(K) = 3/6
P(K) = ½
Frekuensi harapan munculnya muka dadu bertitik lebih dari 3 yakni:
Fh = P(K) . N
Fh = ½ . 180 kali
Fh = 90 kali
                                                                                                     Sumber:http://mafia.mafiaol.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar